Listen

Description

Estetika diartikan sebagai filsafat tentang seni. Namun pada mulanya, penggunaan kata estetika ini tidaklah sama dengan cara kita memakainya hari-hari ini. Pada zaman Yunani klasik, estetika ialah aesthesis, yang diartikan sebagai pencerapan inderawi. Penggunaan estetika dalam definisi ini berlangsung sejak era Plato sampai Immanuel Kant. Ketika itu estetika masih berputar pada tema epistemologis.

Barulah pada abad ke-18 pengertian itu berubah menjadi sebagaimana yang lazim kita gunakan hari ini untuk merujuk pada keindahan. Pionirnya adalah Alexander Baumgarten. Estetika merupakan bagian dari segitiga realitas: kebaikan (bonum), kebenaran (verum), dan keindahan (pulchrum).

Pada zaman modern itu estetika tak lagi terjebak dalam perkara-perkara rasionalitas, bahwa seni dan keindahan selalu berkorelasi dengan rasio. Muncullah istilah je ne se quoi pada abad ke-17, yang artinya "aku tak tahu apa". Terminologi itu merujuk pada pemahaman pada seni yang kerap membuat lidah kelu tak berkata-kata. Kita bisa merasakan sensasi keindahan memang ketika mencerap karya seni, tapi penjelasan akan keindahan itu selalu terbentur oleh keterbatasan bahasa.

Periode selanjutnya melahirkan istilah kekhasan wahana (medium specifity), yakni pada abad ke-19 akhir. Paham itu dipopulerkan oleh gerakan formalis yang menyatakan bahwa keindahan berada pada tataran formal bukan isi. Yang membuat lukisan indah bukanlah objek lukisan melainkan permainan warna dan coraknya. Begitu pula musik tak indah karena konten musiknya melainkan karena komposisi nada di yang merangkainya.

Pemikiran formalisme dimungkinkan oleh seruan seni untuk seni atau l'art pour l'art pada permulaan abad ke-19. Digaungkan Theophile Gautier, bahwa keindahan bersifat asing dari kegunaan sebagaimana yang diidealkan para estetikawan klasik seperti Plato, Cicero, dan lain-lain. Muncullah mazhab estetisisme yang menyatakan bahwa seni harus dimurnikan dari segala unsur eksternal, sebab keindahan sudah berada dalam internal karya seni. Estetisisme inilah yang memungkinkan kekhasan wahana.

Abad 20 ditandai dengan para pendobrak yang menerabas batas-batas gerakan formalisme. Mereka disebut para avant garde, garda depan yang memutus mata rantai paham estetika lama lantas membawanya ke wacana kebaruan. Kita bisa melihatnya dalam karya urinoir Marcel Duchamp atau resital piano 3.44 John Cage. Mereka tak lagi mengejar keindahan pada umumnya, bahkan kekagetan yang menghentak kesadaran bisa disebut indah. Keganjilan yang dilihat pada kakus yang dipajang Duchamp dan konser piano tanpa nada bisa dinilai indah karena ia memperluas perspektif seseorang akan keindahan. Cage berkata, bahkan terdapat musik dalam ketiadaan nada, dalam jeda, suara jarum arloji, kebisuan teater, dan kresek kertas notasi di atas piano selama tiga menit empat puluh detik