“Makam Pahlawan Tak Dikenal” atau cenopath, adalah istilah yang disematkan Benedict Anderson tatkala menatap sang pusaka merah-putih dengan ketakziman. Dalam Imagined Community, beliau menulis: “Betapapun kosongnya liang lahat itu dari sisa-sisa kehidupan yang fana dan sukma yang abadi, tetap saja mereka sarat dengan anggitan tentang ‘kebangsaan’ yang membayangi bagai hantu.”
Barangkali Ben hendak mengungkapkan jika bendera memiliki makna semiotik lebih daripada sekadar identitas negara dihadapan masyarakat global, lebih daripada artefak sejarah. Bendera kita tidak sekedar menyimbolkan harapan dan segenap keresahan akan masa depan suatu komunitas bangsa; bendera juga merupakan cermin masa lalu kita – yang ironisnya seringkali tidak pernah kekal dalam ingatan.
Adapun Goenawan Mohammad membuka sebuah catatan berjudul Kaki Langit dengan tulisan yang haru namun nyaris tidak dapat menyembunyikan sebuah keresahan mendalam, “Di makam pahlawan tak dikenal, kita diberi tahu: ada seorang yang luar biasa berjasa, tapi ia tak punya identitas. Ia praktis sebuah penanda yang kosong. Tapi hampir tiap bangsa, atau lebih baik: tiap ide kebangsaan, memberi status yang istimewa kepada sosok yang entah berantah yang terkubur di makam itu.”