(07 Juni 2020)
Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
[Bacaan Injil : Yohanes 3 : 16 - 18
(Hari Raya Tritunggal Mahakudus)]
Kita memasuki kembali masa biasa Gereja, dan salah satu perayaan terbesar dalam masa biasa adalah Tritunggal Mahakudus. Gereja telah menempatkan perayaan besar ini pada hari Minggu setelah Pentekosta. Alasannya jika kita melihat gambaran yang lebih besar, itu sebenarnya adalah prosesi kebenaran yang wajar. Di Paskah, kita merayakan kebangkitan Yesus yang mengukuhkan keilahian Kristus, dan pada hari Pentekosta, kita menyaksikan keilahian Roh Kudus ditegaskan [lihat refleksi hari Minggu lalu]. Sekarang, kami bersukacita karena Tiga pribadi Ilahi di dalam Tuhan. Dalam renungan ini, saya ingin membawa kita semua kembali ke Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama, realitas Tritunggal tersembunyi di sebagian besar ayat, namun kebenaran suci ini tampak di saat-saat fundamental. Mari kita baca Kejadian 1: 1-3, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang” Lalu terang itu jadi” Umat Kristiani perdana seperti St. Irenaeus dari Lyon, segera melihat ini sebagai Trinitas yang bekerja sebagai satu, Allah, Roh dan Firman. Kabar baiknya adalah bahwa dunia dan segala ciptaan adalah mahakarya dari Tritunggal Mahakudus, dan sampat tingkat tertentu, ciptaan itu mencerminkan kesempurnaan Tritunggal. Selain itu, dalam Kejadian 1:26, ketika Tuhan menciptakan pria dan wanita, Tuhan berkata, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita…” Perikop ini sedikit aneh karena Allah yang satu tiba-tiba menyebut diri sendiri dalam bentuk jamak. Tradisi Yahudi menafsirkan hal ini bahwa Allah berbicara kepada dewan surgawi-Nya, para malaikat, tetapi sekali lagi, tradisi Kristiani melihat ini sebagai tiga pribadi Ilahi. Kabar baiknya adalah bahwa jika kita diciptakan menurut citra Allah, dan jika Allah kita adalah Tritunggal, maka kita adalah citra Tritunggal. Memang benar bahwa kita tidak dapat sepenuhnya memahami misteri Ilahi, tetapi kita sebenarnya tidak jauh dari misteri ini. Bahkan, kita diundang untuk seperti Trinitas. Sebagai citra Trinitas, kita tidak dapat menemukan sukacita sejati dengan menimbun hal-hal duniawi seperti kekayaan, ketenaran untuk diri kita sendiri. Seperti Bapa dan Putra saling mengasihi dalam Roh Kudus, kita dipanggil untuk memberikan diri kita kepada sesama dalam kasih. Ini mengapa Gereja Katolik terus menjaga kesakralan pernikahan. Karena melalui pernikahan, pria dan wanita dapat memberikan diri mereka sepenuhnya satu sama lain. Cinta kasih mereka begitu kuat sehingga cinta kasih ini bahkan bisa melahirkan kehidupan baru. Dan saat kehidupan baru ini [anak] datang di tengah hidup sang pria dan wanita, kasih mereka dapat semakin tumbuh bahkan secara eksponensial. Dan dalam pernikahan dan keluarga, kita menemukan identitas kita sebagai citra Trinitas, dan saat kita menemukan hal ini, kita menemukan makna terdalam hidup kita. Memang mengasihi sangat sulit, tetapi kita dirancang untuk memberikan kasih dan kehidupan. Tritunggal Mahakudus adalah asal usul kita, dan Tritunggal Mahakudus adalah tujuan kita.