Listen

Description

(10 April 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Yohanes 18 – 19

(Jumat Agung)]

Jika ada satu hal yang menyatukan orang-orang dari berbagai negara, bahasa, dan agama, ini adalah penderitaan. Dengan virus corona yang menyebar sangat cepat, orang-orang dengan latar belakang yang berbeda, muda atau tua, kaya atau miskin, bangsawan atau rakyat jelata, dan awam atau klerus dibuat jatuh tersungkur dan gemetar. Virus corona ini telah meluluh lantahkan kehidupan banyak orang. Orang-orang sakit keras, rumah sakit kewalahan, kota-kota terisolasi, keluarga-keluarga terpisah, pekerja-pekerja menganggur, pemerintah-pemerintah tak berdaya, dan gereja-gereja kosong. Penderitaan memaksa kita untuk mengakui kelemahan manusiawi kita dan semua yang telah kita banggakan terasa hampa. Ini adalah tahun pertama saya sebagai romo. Namun, saya mendapati diri terasingkan dari orang-orang yang saya layani. Realitas yang paling menyakitkan adalah bahwa saya tidak dapat merayakan Pekan Suci, waktu yang paling suci dengan orang-orang yang saya kasihi dan cintai. Pada saat kebingungan, kesakitan, dan penderitaan ini, saya ingin mengajak Anda semua untuk melihat salib untuk bersama Yesus dalam sakratul maut-Nya. Yesus bersama dengan ketiga murid-Nya, pergi ke bukit Zaitun, dan ke bagian bawah bukit ini, ada sebuah taman yang disebut Getsemani. Nama Getsemani berarti “tempat memeras zaitun” dan tempat ini menjadi salah satu penyuplai minyak zaitun bagi kota Yerusalem. Zaitun sendiri adalah minyak yang banyak kegunaannya dan berharga. Minyak ini berfungsi sebagai bumbu masak dan obat untuk mengurapi orang sakit. Minyak zaitun dipersembahkan sebagai bagian dari kurban harian di Bait Suci [Bil. 28: 5]. Dengan berbagai kegunaan, dari rumah tangga hingga penggunaan sakral, tidak mengherankan bahwa dalam tradisi Yahudi kuno, pohon zaitun disebut sebagai pohon kehidupan di tengah taman Eden. Namun, untuk menghasilkan minyak, buah zaitun harus dihancurkan dan diperas. Pertama, buah akan digiling oleh batu kilangan besar. Kedua, setelah hancur menjadi bubur, ini diperas untuk mengekstraksi minyak. Buah dari pohon kehidupan harus dihancurkan untuk menghasilkan kehidupan itu sendiri. Yesus mengerti bahwa Dia adalah pohon kehidupan baru dan Dia harus dihancurkan terlebih dahulu untuk menghasilkan kehidupan yang benar. Yesus menghadapi saat yang mengerikan dalam hidup-Nya dan Dia memiliki semua pilihan untuk menghadapinya. Yesus bisa saja lari, tetapi Dia memilih untuk merangkul salib dan kematian-Nya karena Dia tahu ini adalah cara yang berbuah. Hanya melalui penderitaan dan kematian, Dia dapat mengasihi sampai akhir dan kita mungkin memiliki hidup yang berlimpah. Dalam menghadapi penderitaan, kita dipanggil seperti Yesus untuk merangkulnya, bahkan dihancurkan olehnya, sehingga kehidupan sejati dapat mengalir.