Listen

Description

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Matius 5 : 17 - 37

Hari Minggu Biasa ke-6 (16 Februari 2020)]

Yesus dituduh tidak setia dengan Hukum Musa dan tradisi. Dia tidak lagi meminta murid-murid-Nya untuk melakukan ritual pembasuhan, dan tradisi lainnya [Mat 15: 2]. Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat [Markus 3: 1-6]. Yesus menyatakan bahwa semua makanan halal [Markus 7:19]. Kemudian, yang paling parah adalah ketika Yesus memerintahkan para murid-Nya untuk minum darah-Nya [lihat Im 17:14; Mat 26: 27-28]. Apakah Yesus melanggar dan mengubah Hukum Musa? Hari ini, Yesus membuat pernyataan tegas terhadap para penuduh-Nya, “Jangan mengira bahwa aku datang untuk menghapuskan Taurat, tetapi untuk menggenapinya”. Pertanyaan sekarang adalah bagaimana Yesus menggenapi Hukum Taurat? Jawaban Yesus sederhana : dengan kembali pada rencana Allah atau dengan kembali pada esensi. Namun, untuk kembali ke esensi, Yesus harus membongkar banyak tambahan-tambahan yang tidak perlu yang melekat pada Hukum Allah yang paling dasar. Yesus harus menghilangkan banyak hal yang tidak penting. Namun, di sisi lain Dia juga meletakan hal-hal esensi ini pada standar yang lebih tinggi. Logika dasarnya adalah sebelum kita mengesampingkan hal yang tidak penting, kita perlu tahu dulu apa yang esensial itu. Bagi Yesus, apa yang penting dan rencana awal Allah? Membaca Kitab Suci dengan cermat, kita bisa menyimpulkan bahwa Tuhan ingin kita berbagi kehidupan dan kebahagiaan Ilahi-Nya. Oleh sebab itu, pria dan wanita harus memberikan hati mereka sepenuhnya kepada Tuhan. Yesus mengerti bahwa untuk memberikan hati bagi Tuhan, kita perlu memurnikan hati. “… karena dari hati datang segala yang jahat … [Mar 7:21]” dan “Berbahagialah orang yang suci hatinya karena mereka akan melihat Allah [Mat 5: 8]”. Tidak heran dalam Injil hari ini, untuk memenuhi Hukum Taurat kita perlu memurnikan hati kita dari semua emosi dan pikiran negatif. Kita harus membersihkan hati dari kemarahan, kebencian, dan pembalasan yang berkepanjangan, karena hal-hal ini akan melahirkan kekerasan dan kejahatan yang lebih buruk. Kita akan membersihkan hati dari nafsu karena itu hanya mengarah pada amoralitas seksual. Bahkan Yesus membenci perceraian karena itu adalah hasil dari kekerasan hati kita. Maka dari itu, hal yang perlu direnungkan adalah Apakah kita mau menyingkirkan hal-hal yang tidak esensi di hati kita? Apakah kita bersedia mempersembahkan hati kita kepada Tuhan? Apakah hati kita sungguh murni untuk dipersembahkan kepada Tuhan?