Listen

Description

(19  April 2020)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Yohanes 20 : 19 - 31

(Hari Minggu Paskah ke-2)]

Hari Minggu Paskah kedua juga dikenal sebagai Minggu Kerahiman Ilahi. Perayaan Minggu Kerahiman Ilahi ditetapkan pada tahun 2000 oleh St. Yohanes Paulus II yang memiliki devosi khusus kepada kerahiman Ilahi yang diwahyukan kepada St. Faustina. Meskipun perayaan liturgi ini sendiri adalah sesuatu yang baru, kebenaran akan kerahiman Ilahi adalah sesuatu yang mendasar dalam Alkitab dan Tradisi Suci. Dalam Perjanjian Lama, setidaknya ada dua kata Ibrani yang dapat diterjemahkan sebagai kerahiman yaitu rāḥam dan ḥeṣedh. Kata “Raham” terkait erat dengan rahim wanita. “Raham” adalah perasaan dan tindakan yang mengalir dari rahim yang adalah sumber dan pemelihara kehidupan baru. Kerahiman datang dari kesadaran bahwa kita berasal dari rahim yang sama, bahwa kita bersaudara. Maka, ketika salah satu saudara kita menderita atau bergulat dengan kesulitan, kita dengan mudah berempati dan tergerak untuk meringankan kesulitannya. Namun, “raham” dapat juga dipahami sebagai perasaan keibuan terhadap seseorang yang telah datang dari rahimnya. Perasaan tulus inilah yang menggerakkan seorang ibu untuk melakukan segalanya untuk anak-anaknya. Kerahiman dalam pengertian ini lebih pantas bagi Tuhan. Dia tidak bisa tidak berbelas kasih dan merangkul penderitaan, bahkan kelemahan karena kita datang dari “rahim rohani” Tuhan. Kata “Hesedh” juga merupakan kata yang penting dan ini bisa berarti kasih yang teguh atau kesetiaan yang tak kenal batas. Tuhan kita adalah pribadi yang sangat berani mengikat diri-Nya pada sebuah perjanjian dengan manusia yang lemah seperti Adam dan keturunannya. Maka, jika kita rangkum isi Alkitab adalah sebuah kisah tentang Allah yang setia dengan memberikan diri-Nya kepada manusia yang tidak setia. Dari Adam yang gagal menjalankan tugasnya untuk menjaga taman, sampai ke Petrus yang menyangkal Yesus tiga kali, umat manusia terkenal sebagai makhluk yang sulit untuk setia. Namun, Tuhan tetap setia dan memberikan pengampunan-Nya untuk membangun kembali hubungan yang hancur karena ulah manusia sendiri. Pilihan Minggu Kedua Paskah untuk menjadi Minggu kerahiman Ilahi adalah keputusan yang sangat tepat karena Injil berbicara bagaimana kerahiman Ilahi beroperasi. Yesus bangkit menampakkan diri kepada para murid dan memberi mereka wewenang untuk mengampuni dosa. Ini adalah kisah tentang institusi sakramen rekonsiliasi. Pengampunan adalah manifestasi utama dari kerahiman. Meskipun otoritas untuk mengampuni adalah milik Allah, Kristus yang bangkit telah menghendaki bahwa otoritas ini dibagikan kepada para rasul-Nya. Karena para rasul adalah para uskup pertama, kuasa yang sama diberikan kepada penerus mereka. Kemudian, para uskup membagikan kuasa Ilahi dan tanggung jawab ini kepada rekan kerja mereka, para imam. Para muurid takut kepada Yesus karena mereka telah meninggalkan dan tidak setia kepada Yesus, lalu mereka mendengar bahwa Yesus telah bangkit. Mereka berpikir bahwa ini adalah saat penghakiman untuk membalas dendam. Namun, Yesus menampakkan diri dan kata-kata pertamanya bukanlah kata kemarahan atau penghakiman, tetapi “damai” atau “shalom”. Para murid seharusnya tidak lagi takut, melainkan damai karena mereka telah diampuni meskipun tidak setia. Masa Paskah dimulai dengan Allah berbelas kasih dan menawarkan kepada kita pengampunan yang tidak pantas kita terima. Masa ini mengundang kita untuk lebih mengampuni karena kita telah diampuni, sehinga pada akhirnya kita menjadi rasul perdamaian karena kita telah menerima kedamaian dari Yesus.