Listen

Description

(3 Agustus 2019)

Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

[Bacaan Injil : Lukas 12 : 13 - 21

(Hari Minggu Biasa ke-18)]

Ketika kita semua dilahirkan tanpa membawa apa-apa dan sama halnya ketika kita mati tidak akan membawa apapun. Ayub pernah berkata, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” (Ayub 1:21). Namun, seiring bertambahnya usia kita mulai memperoleh banyak hal dan harta benda. Ketika mulai mengakumulasi, kita mulai terikat pada barang-barang materi duniawi yang sifatnya sementara. Keterikatan semacam ini berakar pada sifat buruk yang lebih besar dan lebih jahat yaitu ketamakan. Santo Thomas Aquinas mendefinisikan keserakahan atau ketamakan sebagai “keinginan yang tidak teratur akan kekayaan atau uang”. Keinginan untuk kekayaan dan kepemilikan bukanlah sesuatu yang jahat karena pada dasarnya, uang dan barang adalah sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi dalam hidup. Namun, masalah muncul ketika kita mulai tidak bisa melihat mana yang sarana dan mana yang tujuan. Keserakahan memasuki hidup kita yang membuat uang sebagai tujuan dan bukan sebagai sarana. Kita mulai mengukur kebahagiaan dan arti hidup kita dalam hal kekayaan yang kita akumulasikan. Ketika kita menempatkan kekayaan sebagai tolok ukur kebahagiaan kita, maka akan menimbulkan berbagai masalah dalam hidup kita. Cara kita dalam mengatasi ketamakan ini adalah dengan membalikkan antara sarana dan tujuan, dengan kata lain menjadikan kekayaan sebagai sarana bagi kita untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Jika kita diberkati dengan banyak uang, maka kita memuji Tuhan dan menggunakan harta ini untuk lebih memuji Tuhan. Jika tidak memiliki cukup uang, kita dipanggil untuk lebih percaya kepada pemeliharaan Allah. Ini merupakan kesempatan untuk menggunakan kepemilikan duniawi menjadi “investasi surgawi” yang tidak dapat didekati pencuri dan tidak dirusak oleh ngengat. (Luk. 12:33)