Di masa lalu orang menganggap bahwa pemahaman yang kita peroleh melalui hasil pendidikan akan melahirkan kebijaksanaan. Kebijaksanaan akan melahirkan sikap dan perilaku luhur. Anggapan ini digunakan dalam proses pendidikan agama Kristen sehingga tekanan pada pembelajaran secara nalar menjadi sangat tinggi di dalam kehidupan bergereja. Namun, orang baru menyadari melalui realitas sehari-hari bahwa tidak benar terjadi kaitan otomatis antara pemahaman dengan keyakinan dan tindakan. Lalu, bagaimana semestinya pendidikan iman diajarkan selain melalui pemahaman?