"Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap." (1 Korintus 13:8)
Renungan:
Robertson McQuilkin adalah seorang rektor Universitas Internasional Columbia. Istrinya yang bernama Muriel, mengidap alzheimer atau gangguan fungsi otak sehingga ia tidak mengenali semua orang bahkan anak-anaknya. Hanya satu orang yang ada dalam ingatannya yaitu suaminya, Robertson. Namun karena Robertson terlalu sibuk dengan pekerjaannya, ia pun menyewa seorang perawat untuk menjaga istrinya. Suatu hari ia melihat istrinya berjalan tanpa alas kaki ke tempat ia bekerja hingga kakinya berdarah. Ketika Muriel melihat Robertson, ia pun berkata kepadanya, "Hanya kamu yang saya mau untuk menemaniku, bukan perawat." Mendengar hal itu Robertson teringat tentang janji pernikahannya. Ia pun kemudian mengundurkan diri dari jabatannya sebagai rektor. Setelah pengunduran diri keadaan Muriel, istrinya bukan semakin baik. Kini Muriel tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Malam itu tepat 47 tahun pernikahan mereka, Robertson mencium istrinya, menggenggam tangannya dan berdoa, "Tuhan, jagalah kekasih hatiku ini sepanjang malam, biarlah ia mendengar nyanyian malaikat-Mu. Keesokan harinya untuk pertama kalinya Muria berkata, "Sayangku." Ya, itu adalah kata yang sudah lama tidak didengar oleh Robertson setelah kejadian di tempat kerja. Muriel pun melanjutkan perkataannya, "Sayangku, apakah kamu benar-benar mencintaiku?" Robertson pun tersenyum sambil mengangguk. Akan tetapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama karena ternyata itu adalah kalimat terakhir Muriel sebelum akhirnya ia meninggal dunia.
Kisah di atas sungguh merupakan kasih yang luar biasa dari sepasang suami istri. Begitulah seharusnya cinta, berkorban satu dengan yang lain dan melakukan yang terbaik untuk pasangan tanpa memedulikan apa yang bisa didapatkan dari pasangan. Karena kasih itu sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah, tidak menyimpan kesalahan, tidak bersukacita atas ketidakadilan, menutupi dan percaya segala sesuatu dan sabar menanggung segala sesuatu titik.
Mari, milikilah cinta sejati kepada pasangan hidup kita, anak-anak kita, orang tua kita, saudara kita bahkan kepada sahabat kita. Namun yang terpenting adalah milikilah cinta sejati kepada Tuhan, karena hanya dengan cinta sejati itu kita akan dapat melewati pergumulan hidup dengan lebih mudah. Tuhan sendiri sudah memberikan contoh cinta sejati terhadap manusia, hingga ia mengorbankan nyawanya sampai mati di kayu salib. Memang cinta sejati membutuhkan komitmen, karena tanpa komitmen maka cinta akan pudar di tengah jalan. Jadi, di saat dunia mulai kehilangan cinta yang sejati, biarlah kita justru terus menemukan cinta sejati itu di manapun kita berada. Nubuat akan berakhir, bahasa Roh akan berhenti, namun hanya kasih yang tidak berkesudahan. Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus, jadikanlah hatiku seperti hati-Mu, hati yang dipenuhi dengan cinta sejati dan mau menerima setiap orang apa adanya. Amin. (Dod).