"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16)
Renungan:
Tahun 1937, John Griffith mendapat pekerjaan di Mississippi dengan tugas menangani sebuah jembatan untuk bantalan rel kereta api di atas sebuah sungai yang dipakai untuk lalu lintas kapal. Suatu hari anaknya yang berumur 8 tahun, Greg, selama seharian ikut menemaninya. Pagi itu Greg bermain di kantor ayahnya dan ribuan pertanyaan terlontar dari bibir mungilnya. Ketika sebuah kapal akan melintas di bawah jembatan rel kereta, John membuka jembatan. Tiba-tiba dia sadar bahwa anaknya tidak ada bersamanya. Dalam keadaan bingung ia melihat sekeliling dan dalam ketakutan yang sangat ia melihat anaknya sedang memanjat roda gigi pada jembatan tarik. Dia bergegas untuk menyelamatkan anaknya dari ancaman maut. Tetapi tiba-tiba ia mendengar dan menyadari bahwa sebuah kereta cepat penuh penumpang akan segera datang melintas. Ia berteriak kepada anaknya, tetapi ia sadar bahwa suara kapal yang sedang berlalu dan suara kereta ekspres yang keras tidak memungkinkan anaknya mendengar teriakannya. John Griffith menyadari dilema mengerikan yang dihadapinya. Jika ia memilih untuk menyelamatkan anaknya dari putaran roda gigi, maka kereta akan mengalami kecelakaan terjun ke sungai dan banyak orang akan menjadi korban. Tetapi jika ia menutup jembatan, supaya kereta bisa lewat, maka anaknya akan menjadi korban tergilas roda gigi yang berputar saat jembatan tarik bergerak turun. Ia mengambil keputusan yang seharusnya dipikirkannya 1000 kali sebelum menarik tuas untuk menutup kembali jembatan itu. Ketika kereta datang melintas di atas jembatan tarik, ia dapat melihat wajah para penumpang. Sebagian di antara mereka sedang membaca, yang lainnya sedang melambaikan tangan. Semua penumpang tidak menyadari adanya pengorbanan yang baru saja dilakukan demi keselamatan mereka. Greg telah tergilas oleh gigi gigi roda yang berputar untuk menurunkan jembatan tarik supaya kereta bisa lewat dengan aman.
Allah juga pernah menghadapi dilema yang sama. Ia tidak dapat menyelamatkan orang berdosa jika Ia mempertahankan Yesus, anak-Nya. Namun pada akhirnya Allah, "...tidak menyayangkan anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita" (Roma 8:32). Itu adalah bukti pengorbanan Allah yang penuh kasih, yang melihat bahwa tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan manusia. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita." (1 Yohanes 3:16). Untuk kitalah Dia melakukan itu. Apakah kita masih hidup dengan sia-sia? Tuhan Yesus memberkati
Doa:
Tuhan Yesus, terima kasih atas pengorbanan-Mu di kayu salib untukku. Ampunilah aku karena sering menyia-nyiakan pengorbanan-Mu itu dengan hidup jauh dari jalan-Mu. Kini kuserahkan diriku pada-Mu. Ubahlah aku menjadi pribadi yang tidak lagi menyia-nyiakan hidupku yang berharga ini. Amin. (Dod).