"Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan." (Amsal 14:29)
Renungan:
Ada sebuah keluarga petani yang tinggal di suatu desa. Keluarga petani itu dikaruniai seorang anak perempuan yang masih berumur 6 bulan. Mereka juga memelihara seekor anjing yang sangat mereka sayangi. Anjing itu begitu pintar dan setia kepada majikannya. Ia bisa diandalkan untuk membantu pasangan petani tersebut di dalam menjaga sawah mereka. Mereka tidak perlu membuang waktu untuk menjaga burung-burung atau tikus yang akan merusak tanaman padi mereka, karena si anjing setia itu akan mengusir burung-burung yang datang untuk melahap padi mereka.
Pagi itu si petani bermaksud menjual hasil sawahnya ke kota, tetapi kali ini ia terpaksa harus mengajak istrinya ikut serta karena banyaknya hasil sawah yang harus mereka bawa ke pasar. Masalahnya sekarang siapa yang akan menjaga si kecil yang baru berumur 6 bulan itu? "Kan ada si anjing," kata pak tani kepada istrinya. Maka berangkatlah pasangan suami-istri itu ke pasar dan memercayakan pengawasan bayi mereka kepada si anjing setia. Toh selama ini kesetiaan dan kepintarannya sudah terbukti. Setelah semua dagangan habis terjual, mereka pun pulang ke rumah. Melihat majikannya datang, dari kejauhan si anjing menyalak, melompat-lompat sambil berputar-putar seolah ingin memberitahukan kepada majikan, "Cepat kemari, ada sesuatu yang sudah terjadi." Setelah dekat, suami istri itu pun kaget bukan kepalang. Betapa tidak, mereka melihat moncong si anjing berlumuran darah. "Pastilah anjing itu sudah makan bayi kita," jerit istri petani histeris. Serta-merta Pak tani mengambil sebatang kayu. Sambil mencaci-maki si anjing, "Anjing kurang ajar, tidak tahu diuntung, teganya engkau memakan bayi kami." Sekuat tenaga petani itu memukulkan kayu itu ke atas kepala si anjing. Anjing itu pun sempoyongan, berteriak lemah dan memandang tuannya dengan mata sayu. Setelah itu ia rebah tak bernyawa dekat kaki tuannya. Suami-istri itu bergegas ke dalam dan di sana Mereka melihat bayi kecil mereka sedang tidur terlelap. Di bawah tempat tidurnya, tampak bangkai ular besar dengan darah yang berceceran di tanah bekas gigitan anjing. Suami istri itu pun duduk terkulai. Penyesalan mendera hati mereka karena telah membunuh anjing setia yang justru telah menyelamatkan nyawa bayi mereka dari serangan ular besar.
Cerita ini mengajak kita kembali kepada pengajaran firman Tuhan tentang bagaimana kita harus menguasai diri sepenuhnya dan tidak cepat terbakar emosi dalam kemarahan. Banyak permasalahan yang timbul dikarenakan emosi yang tidak terkendali. Marilah kita melatih diri untuk mengendalikan emosi, sehingga kita tidak melakukan tindakan yang bodoh. Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus, tidak mudah bagiku mengontrol emosi ketika diperhadapkan pada situasi yang membakar hatiku. Bantulah aku agar lebih sabar dalam menghadapi setiap permasalahan yang terjadi dalam hidupku, sehingga aku dapat berkata dan bertindak bijaksana tanpa menimbulkan dosa di dalam diriku. Amin. (Dod).