Listen

Description

"Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." (Matius 5:9)

Renungan:

   Maya memiliki dua orang sahabat ketika mereka masih kuliah. Sebut saja namanya Helen dan Yudit. Mereka bertiga selalu bersama-sama setiap hari. Maya dapat merasakan pengaruh yang berbeda dari kedua temannya. Perbedaan itu terletak pada kebiasaan mereka. Jika Helen sudah masuk ke kamarnya suasananya pasti selalu memanas. Melihat dia berjalan dari kejauhan, Maya sudah dapat memastikan bahwa kedatangannya pasti disertai dengan berita-berita yang akan membuat kuping dan hatinya menjadi panas. Helen suka bercerita sehingga seringkali Maya merasa terganggu ketika sedang belajar atau mengerjakan tugas-tugas kuliah. Topik ceritanya berkisar pada kelemahan dan kejelekan orang lain. Helen juga tidak pernah lupa menyampaikan perkataan-perkataan negatif orang lain terhadap Maya, yang kalau ditanggapi pasti menimbulkan pertengkaran dan perselisihan antara Maya dengan orang yang mengatakannya. Setiap kali Maya memberikan reaksi negatif terhadap Helen, seperti marah, Helen kelihatannya senang. Maya melihat ini sebagai satu sikap dan kebiasaan yang tidak baik di dalam diri Helen, sehingga ia pernah menegurnya mengenai hal ini. Lain halnya dengan Yudit. Dia mempunyai kebiasaan yang jauh berbeda dengan Helen. Kata-kata Yudit seperti aliran air yang menyejukkan. Yudit selalu berusaha menciptakan suasana yang penuh damai dengan perkataan-perkataannya, "Ya sudahlah ...mungkin dia tidak sengaja," atau "Barangkali ia tidak bermaksud seperti itu." Mendengar kata-kata Yudit yang demikian, mau tidak mau hati Maya merasa lebih tenang. Melalui persahabatannya dengan Yudit, Maya belajar bagaimana menjadi pembawa damai bagi orang-orang di sekelilingnya. 

  Matius 5:9 berkata, "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." Orang yang suka membawa damai menyatakan kepada dunia bahwa mereka memiliki damai Allah di dalam diri mereka dan mereka juga menunjukkan bagaimana caranya menjadi alat perdamaian bagi dunia ini. Sadar atau tidak sadar, kita sering menjadi provokator dan bukan pembawa damai. Kita senang menciptakan suasana yang tidak mengenakkan dan membuat damai sejahtera hilang. Mungkin juga kita merasa puas ketika yang satu membenci yang lain dan kita tidak berusaha menengahi serta meredam masalah yang ada. 

   Marilah kita belajar menahan diri, mengendalikan setiap tutur kata bahkan seluruh tindak-tanduk kita dan tidak perlu menjadi pembawa berita yang hanya menciptakan perselisihan dan perseteruan. Tuhan menginginkan kita menjadi alat pendamaian yang senantiasa memancarkan damai Kristus melalui sikap hidup dan tindakan kita. Tuhan Yesus memberkati. 

Doa:

Tuhan Yesus, aku rindu menjadi pembawa damai-Mu di tengah-tengah dunia ini agar di manapun aku berada, semua orang merasa tenang dan damai. Amin. (Dod).