"Lalu sangat marahlah Abner karena perkataan Isyboset itu, katanya: "Kepala anjing dari Yehudakah aku? Sampai sekarang aku masih menunjukkan kesetiaanku kepada keluarga Saul, ayahmu, kepada saudara-saudaranya dan kepada sahabat-sahabatnya, dan aku tidak membiarkan engkau jatuh ke tangan Daud, tetapi sekarang engkau menuduh aku berlaku salah dengan seorang perempuan? Kiranya Allah menghukum Abner, bahkan lebih lagi dari pada itu, jika tidak kulakukan kepada Daud seperti yang dijanjikan TUHAN dengan bersumpah kepadanya, yakni memindahkan kerajaan dari keluarga Saul dan mendirikan takhta kerajaan Daud atas Israel dan atas Yehuda, dari Dan sampai Bersyeba." (2 Samuel 3:8-10)
Renungan:
Abner adalah panglima Saul, raja Israel yang tentunya turut memusuhi Daud. Ia menjadi sosok yang memegang peranan penting dalam setiap pertempuran antara keluarga Saul dengan keluarga Daud. Namun, kekecewaannya kepada Isyboset, anak Saul, membuatnya berbalik memihak Daud dan bersumpah untuk menjadikan Daud sebagai raja atas seluruh Israel. Kisah selanjutnya, Daud menjadi raja atas seluruh Israel. Daue tidak pernah berpikir bahwa Tuhan akan membuat situasi berbalik arah, yakni orang yang memusuhinya di peperangan menjadi akses terbesar untuk memunculkannya sebagai raja Israel. Kita sering berpikir bahwa musuh tidak pernah mendatangkan sesuatu yang baik, melainkan hanya membuat hidup kita lebih buruk. Namun melalui kisah ini, Tuhan mencelikkan mata hati kita bahwa di balik kata musuh, terdapat 'jendela' Tuhan yang terbuka untuk membuat kita melakukan terobosan pandangan untuk lebih memahami kehendak-Nya. Namun seringkali kepicikan pikiran atau kemarahan membutakan mata hati kita.
Seringkali kita tidak mengerti jalan Tuhan di dalam hidup kita, tetapi keterbukaan hati membuat kita jauh lebih mudah untuk memahaminya. Semakin luas keterbukaan hati kita, semakin jauh jangkauan pandangan mata rohani kita, sehingga kita dapat mengerti bahwa Tuhan tidak begitu saja mengizinkan orang-orang yang membenci dan menyakiti tanpa ada maksud Tuhan di dalamnya. Di manakah kebesaran sebuah pengampunan tanpa adanya hati yang terluka? Dimanakah teladan kasih yang sempurna tanpa hadirnya musuh dalam hidup? Yesus dikelilingi oleh mereka yang berteriak dengan penuh kebencian, "Salibkan dia!" Tetapi, dengan membiarkan diri di salib, di situlah kasih yang agung ditunjukkan. Yesus tidak bereaksi terhadap kebencian dan caci maki yang dilontarkan kepadanya, melainkan membiarkan dirinya diperlakukan sedemikian rupa sampai rencana Bapa digenapi di dalam hidupnya. Demikian pula dengan Daud ketika Simei mengutuki dan melemparinya dengan batu. Hal ini menimbulkan kemarahan besar Abisai, pegawai Daud. Tetapi Daud hanya berkata, "Biarlah ia mengutuki! Sebab apabila Tuhan berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya; mengapa engkau berbuat demikian?" Lalu Daud melanjutkan perjalanannya, sementara Simei terus mengutuk.
Bukankah banyak di antara kita bereaksi seperti Abisai yang penuh dengan kemarahan dan ingin menghentikan perjalanan untuk sekadar membalas sakit hati yang ada? Teladanilah Daud! Tanggalkan panas hati dan lanjutkan perjalanan hidup kita untuk makin mendekat kepada rencana-Nya. Ingat, kita tidak memiliki hak untuk menanyakan keberadaan Simei dalam hidup kita. Kita hanya memiliki hak untuk membiarkannya menghentikan langkah kita untuk lebih mengenal rencana Tuhan. Mari kita membiarkan Tuhan bekerja dengan cara-Nya untuk menggenapi rencana-Nya yang terindah bagi kita, sekalipun di luar jangkauan pengertian kita. Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus, berilah aku kesabaran dan kerelaan untuk menerima sikap permusuhan orang lain, sehingga aku bisa lebih mengerti maksud-Mu di dalam hidupku. Amin. (Dod).