"Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16)
Renungan:
Ada seorang Bapak yang berprofesi sebagai pengusaha. Setiap hari Bapak ini harus menyeberang sungai dengan sebuah kapal kecil untuk menuju ke kantornya. Sebelum menuju ke kantornya biasanya ia mampir di sebuah warung yang letakknya tidak jauh dari tempat penyeberangan. Di sekitar warung itu ada beberapa anak kecil yang menawarkan jasa semir sepatu kepada pria-pria yang sedang duduk menikmati hangatnya kopi pagi. Bapak ini pun memanggil seorang anak kecil untuk menyemir sepatunya, "Nak, tolong semirkan sepatu Bapak ya." Anak kecil itu pun menghampiri sang Bapak dan dengan penuh semangat mulai menyemir sepatunya. Setelah selesai, sejumlah uangpun diberikan kepada anak kecil tersebut. Kejadian ini terus berulang, sampai suatu pagi terjadi suatu hal yang tidak seperti biasanya. Pagi itu, ketika si anak kecil penyemir sepatu melihat sang Bapak turun dari kapal, dengan sekuat tenaganya ia berlari mendapatkannya dan membawa tasnya sampai ke warung kopi. Kemudian ia membuka sepatu si Bapak dan kemudian menyemir sepatunya sampai mengkilap. Setelah selesai, Bapak tersebut memberikan sejumlah uang kepada anak tersebut. Tetapi reaksinya sungguh berbeda. Anak itu menolak uang pemberian Bapak tersebut. Kemudian dengan lembut Bapak itu bertanya sambil menatap wajah anak itu, "Nak, kenapa kamu tidak mau mengambil uang ini?" Dengan mata berkaca-kaca anak kecil tersebut menjawab, "Pak, saya ini anak yatim piatu. Saya hidup di jalanan. Kedua orang tua saya sudah lama meninggal. Saya belum pernah merasakan kasih sayang orang tua. Tetapi ketika kita pertama kali berjumpa dan Bapak memanggil saya dengan sebutan "nak", saya merasa seperti anak Bapak. Saya merasa memiliki ayah lagi. Oleh sebab itu saya tidak mau mengambil uang yang Bapak berikan kepada saya. Mulai sekarang saya ingin berbuat sesuatu yang dapat menyenangkan hati Bapak." Bapak itu menangis mendengar perkataan anak tersebut. Lalu ia bertanya kepada anak tersebut, "Nak, maukah mulai saat ini juga kamu tinggal bersama saya dan menjadi anak saya?" Sambil memeluk erat Bapak tersebut, anak itu menjawab, "Ya, Pak. Saya mau!"
Bukankah demikian dengan kita? Ketika kita sebagai anak yang terhilang, Tuhan datang sebagai Bapa yang baik, menghampiri dan memanggil kita, "Nak, mari datang kemari!" Saat suara itu memanggil, kita merasakan kembali kasih Bapa yang tanpa syarat itu. Kasih Bapa itu pula yang dapat membuat kita berkata seperti anak kecil itu, "Mulai sekarang saya ingin berbuat sesuatu untuk menyenangkan hati Bapa."
Bagaimana dengan kita? Maukah kita selalu menyenangkan hati Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita? Tuhan Yesus memberkati.
Doa:
Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau sudah memilih aku menjadi anak-Mu dan mau menerimaku apa adanya, dengan segala kekurangan dan kelebihanku. Ubahlah aku agar hidupku dapat menyenangkan hati-Mu. Amin. (Dod).