Listen

Description

Berkatalah pegawai-pegawainya kepadanya: "Apakah artinya hal yang kauperbuat ini? Oleh karena anak yang masih hidup itu, engkau berpuasa dan menangis, tetapi sesudah anak itu mati, engkau bangun dan makan!" Jawabnya: "Selagi anak itu hidup, aku berpuasa dan menangis, karena pikirku: siapa tahu TUHAN mengasihani aku, sehingga anak itu tetap hidup. Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa? Dapatkah aku mengembalikannya lagi? Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku." (2 Sam 12:21-23)

Renungan:

  Ketika menjelang malam, Robert Enke memarkir Mercedesnya di sebuah perlintasan kereta, meninggalkan dompet dan kunci mobil dan menyerahkan diri pada kereta yang melaju kencang. Itulah deskripsi kematian Enke pada 10 November 2009 lalu, yang secara tragis mengakhiri hidupnya sendiri karena depresi yang berkepanjangan. Banyak yang tidak menyangka Enke yang dikenal ramah, rendah hati dan dihormati banyak orang, ternyata menyimpan masalah. Kariernya di sepak bola memang tidak berjalan mulus, termasuk ketika bermain di luar Jerman. 

  Enke mulai mengalami masalah mental serius ketika Lara, anak perempuannya yang berusia 2 tahun, meninggal dunia di tahun 2006 karena gagal jantung. Ia dan istrinya, Teresa, kemudian mencoba membangun kehidupan yang baru dengan menetap di sebuah kawasan pedesaan yang tenang. Mereka juga mengadopsi seorang bayi berumur 3 bulan, yang diberi nama Leila. "Waktu dia depresi akut, itulah periode tersulit. Kami pikir kami telah mengatasi semuanya. Kami pikir bahwa dengan cinta, kami bisa menghadapinya. Tetapi ternyata tidak," tutur Teresa. Rupanya kasih sayang istrinya dan kehadiran putrinya, Leila, tidak mampu menghilangkan dukacita Enke. Ia lebih memilih mengakhiri hidupnya daripada menerima kenyataan yang ada, yaitu kegagalan di dalam sepak bola dan kematian anaknya. 

  Daud pernah mengalami pergumulan yang sama dengan yang dialami oleh Enke. Ia kehilangan anaknya setelah sebelumnya sakit. Namun berbeda dengan Enke, Daud dapat menerima kematian anaknya, walaupun sebelumnya ia sangat berduka ketika anak tersebut masih sakit. Sikap Daud ini patut kita teladani. Kita perlu belajar menerima kenyataan yang ada, seperti kegagalan dan dukacita, sekalipun hal itu begitu menyakitkan bagi kita. Sebab kita tidak dapat lagi mengubah kenyataan yang ada, yang bisa kita lakukan adalah menerimanya serta melanjutkan hidup kita. Tuhan memberkati.

Doa:

Tuhan Yesus, mampukan aku untuk menerima kenyataan yang ada dan melanjutkan hidupku, karena aku percaya rencana-Mu indah bagiku. Amin. (Dod).