Manusia Dunia Baru, adalah terjemahan bebas (dan langsung) dari “New World Man” (Signals, 1982). Dalam episode kedua ini, Barto dan Yuka menjumpai Manunggal Kusuma Wardaya, yang tinggal di Purwokerto, Jawa Tengah. Di samping berprofesi sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas Soedirman, Purwokerto, Manunggal juga merupakan seorang kolektor musik populer. Menurut tuturannya, koleksi album rekaman miliknya mencapai 3.000 buah. Ketekunannya mengarsip dan mengoleksi bermacam artefak musik populer (dari Indonesia dan mancanegara, serta berbagai macam genre) membuat Manunggal beberapa kali menjadi narasumber beberapa program dokumenter yang diproduksi oleh media massa nasional. Hal tersebut berujung pada penulisan sebuah buku berjudul “Nada Tjerita” (2014) yang ditulisnya semasa masih studi doktoral di Belanda.
Kepada Barto dan Yuka, Manunggal akan bercerita tentang pertemuannya dengan RUSH yang berlatar belakang Indonesia di pertengahan dekade 1980-an. Seperti layaknya anak tanggung pada masa itu, konsumsi musik populer (Barat) dilakukan hampir sepenuhnya tanpa bantuan media asing/internasional. Dapat dikatakan, praktik konsumsi seperti inilah yang mendorong munculnya interpretasi bebas di benak Manunggal - dan juga para remaja lain - terhadap budaya populer yang dikonsumsi. Ketika narasi tentang manusia dan dunia baru hadir dalam benak Manunggal ketika mendengarkan RUSH, yang menarik adalah, kita dapat melihat relevansinya di masa sekarang. Relevansi yang bagaimana? Silakan simak obrolan kami di episode kedua yang diberi judul “New World Man” ini.