Listen

Description

Dalam karya ilmiahnya, “Music in Everyday Life” (1996, 2000) Tia De Nora mengungkapkan kekuatan musik dalam keseharian. Musik populer, dalam hal ini, memberi ruang bagi manusia untuk memaknai tatanan sosial masyarakat modern secara estetik. Selanjutnya, kita dapat melihat bagaimana praktik menikmati musik memengaruhi karakter manusia dan cara pandangnya. Lebih jauh lagi, mendorong manusia untuk menjadi agensi dari nilai-nilai tertentu ketika pengaruh musik tersebut diwujudkannya ke dalam tindakan. Salah satunya, tindakan estetik. Satu persoalan besar ketika kita membahas dimensi estetik dan pengaruhnya terhadap agensi manusia adalah menempatkan topik bahasan tersebut dalam perbincangan seputar “produksi artistik” yang dalam konteks ini berupa praktik bermain musik. Padahal tindakan estetik ini dapat mewujud dalam proses penikmatan mendengarkan (mengonsumsi musik), yang oleh De Nora disebut sebagai “Listening as Performing.” Melalui konsep ini kita dapat memahami bahwa musik (populer) dapat pula dimainkan dengan cara yang non-musikal: peran sosial sebagai instrumen musik dan tindakan kultural sebagai praktik bermusik itu sendiri.

Bonifacius Djoko Santoso, adalah seorang keramikus lulusan FSRD ITB, pengajar seni rupa dan juga penggemar berat RUSH. Datang dari latar belakang keluarga polisi, Djokis (demikian julukan akrab yang diberikan oleh teman-teman kuliahnya) tidak memiliki bakat bermusik sama sekali. Namun, pengalaman estetik yang diperolehnya melalui album “A Farewell to Kings” dan “Hemispheres” pada waktu duduk di bangku SMP memberikannya pemahaman tentang penikmatan estetika yang total dan menyeluruh. Djokis juga menuturkan bagaimana pengalaman visual yang diperolehnya melalui merchandise murah meriah khas Indonesia dekade 80-an itu justru melengkapi pemahaman estetiknya akan totalitas musik itu sendiri. Disadarinya atau tidak, hal tersebutlah yang mendorongnya untuk menggeluti dunia seni rupa. Totalitas Djokis jauh dari dimensi liris, komposisi musikal, maupun wacana teknologi yang memperantarai penikmatan itu. Berkeramik sambil menikmati bebunyian bernuansa teknologi dari album “Grace Under Pressure” justru membuatnya semakin terbenam dalam perjalanan estetiknya sendiri.

Simak obrolan lucu-lucuan antara Djokis, Barto dan Yuka dalam episode keenam ini.