Listen

Description

Rabu, 08 April 2021 lalu, berlangsung Diskusi Buku Ramuan di Segitiga Wallacea di Aula Prof. Syukur Abdullah FISIP Unhas.
Banyak hal menarik yang diobrolkan selama diskusi. Mulai dari latar belakang buku ini digagas sebagai respons terhadap pandemi dan bagaimana memunculkan kembali praktik-praktik pengobatan warga. Juga cerita beberapa penulis-peneliti tentang proses dan pengalaman mereka selama di lapangan.

Menurut Tasrifn Tahara selaku antropolog sekaligus pembicara, tulisan-tulisan karya anak-anak muda dalam buku ini adalah catatan-catatan etnografis yang sebetulnya amat potensial memicu banyak penelitian-penelitian lanjutan terkait praktik pengobatan warga.

Apalagi menurut Agussalim Burhanuddin, akademisi juga pembicara, di kawasan Asia Tenggara, sejak dulu memang mengenal beragam praktik pengobatan dengan banyak nama dan istilah, yang memakai bahan alam dan berkelindan dengan praktik keagamaan.

Beberapa peserta juga bertanya bagaimana mengerjakan penelitiannya (dalam waktu singkat).

Salah seorang bertanya mengapa buku yang banyak melibatkan perempuan ini justru memilih sampul dua laki-laki. Anwar Jimpe Rachman selaku editor menjawab bahwa, sekilas, sampul ini berupaya merepresentasikan pengetahuan warga Indonesia Timur, khususnya Papua. Ia menambahkan, "Papua itu mataharinya yang paling cepat terbit, tapi kenapa untuk segala hal mereka yang selalu 'di belakang' dalam kehidupan bernegara?"