"Ubah Pengecut Jadi Pemberani" yang diekstraksi dari kata-kata bijak seorang Umar bin Khattab adalah frasa yang rasa-rasanya begitu tepat untuk mewakili imaji, estetika, dan kemampuan menggugah nurani melalui media bahasa, yang dimiliki oleh sastra. Bahkan tak sedikit cita rasa kesenian hadir karena berawal darinya. Untaian lagu yang bermula dari bait-bait puisi, sinema yang diadaptasi dari novel-novel, hingga gerakan-gerakan revolusioner yang terinspirasi dari tokoh-tokoh meski sekadar imaji hasil kontemplasi pribadi sang pengarang.
Apakah selama ini kehidupan kita dekat ataukah justru berjarak dengan karya-karya sastra? Apakah itu indikator yang memang tepat untuk menarik konklusi bahwa kita adalah pemberani alih-alih pengecut, seperti proposisi yang Umar tawarkan? Dan apakah Pramoedya Ananta Toer—sastrawan besar Indonesia yang karyanya sudah diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa asing—yang sebenarnya bisa-bisa saja menulis buku sejarah tetapi malah memutuskan untuk menulis novel sejarah, merasa sejalan dengan Umar karena ingin menambah opsi bagi kita agar menjadi bangsa yang berani?
Daftar Referensi:
https://bbaceh.kemdikbud.go.id/2020/03/19/motivasi/
https://koran.tempo.co/read/tamu/296863/helvy-tiana-rosasastra-ubah-pengecut-jadi-pemberani
https://serupa.id/sastra-pengertian-sejarah-jenis-fungsi/
https://www.oxfordreference.com/view/10.1093/oi/authority.20110803100515792
https://www.thejakartapost.com/life/2018/01/08/essay-sociology-of-literature.html
https://tirto.id/mengenal-definisi-sosiologi-sastra-menurut-wellek-dan-warren-gigy
https://en.wikipedia.org/wiki/Sociology_of_literature