Listen

Description

Puisi: DISTOPIA

Ditulis & Disuarakan oleh Ardi Kamal Karima

Puisi ini menggambarkan dunia dystopia yang dilanda represi, kehancuran lingkungan, dan dehumanisasi. Langit yang "mencatat setiap langkah" mengisyaratkan pengawasan ketat penguasa, sementara "burung-burung lupa cara bernyanyi" menjadi metafora hilangnya kebebasan dan keindahan hidup. Diam menjadi bahasa yang dominan, mencerminkan masyarakat yang dibungkam oleh kekuasaan otoriter, sementara "hujan besi" dan racun di sungai menegaskan kerusakan alam akibat eksploitasi dan keserakahan. Nelayan yang berdoa di antara "mayat-mayat logam" menyimbolkan kepasrahan manusia yang terjepit antara harapan dan kehancuran ekologis.

Puisi ini juga menyoroti kegagalan generasi muda dan pudarnya harapan. Anak-anak yang menanam benih di ladang tak subur melambangkan usaha sia-sia untuk menumbuhkan masa depan, sementara senyapnya benih menjawab pertanyaan mereka mencerminkan kegagalan sistem untuk memberikan solusi. Tubuh yang "dipenuhi nanah" dan dianggap sebagai "kuburan yang menjelma rumah" menegaskan normalisasi penderitaan serta hilangnya kemanusiaan. Bahkan identitas manusia kabur, sulit dibedakan dari "hewan pengerat", menandai dehumanisasi akibat tekanan hidup yang ekstrem.

Namun, di balik keputusasaan, puisi ini menyisipkan benih perlawanan. "Suara yang merambat di balik tembok retak" dan "akar-akar liar yang menembus beton" menjadi simbol ketahanan manusia untuk mencari keadilan, meski sering dipatahkan sebelum berkembang. Luka yang disimpan sebagai "detak" dan benih yang menunggu tegak mengisyaratkan bahwa di tengah tanah yang "digerus para keparat", masih ada api perlawanan yang tersembunyi. Puisi ini mengakhiri dengan paradoks: kepedihan yang sekaligus menjadi pengingat untuk tetap bergerak, meski dalam kegelapan dystopia.

#ardikamal #keadilan #pancasila #penyair #wijithukul #tolakruutni #tolakruupolri #keparat #indonesia #mentalillnes #mentalhealth #depression #depresi #syair #literasi #penulis #poem #puisi #jurnal #luka #perspektive #monolog #sastra