Para produsen tempe dan tahu yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Produsen Tahu dan Tempe Indonesia mogok produksi pada 1-3 Januari. Dampaknya pada awal tahun ini dua komoditas tersebut sempat sulit dicari di pasar. Mereka mogok karena harga kedelai impor naik sekitar 35-50 persen.
Ketergantungan terhadap kedelai impor semakin dalam, setidaknya sejak 10 tahun terakhir. BPS mencatat, pada 2010, impor kedelai mencapai 1.740.504 ton, terus naik hingga 2.670.086 ton pada 2019. Tahun 2020, hingga Oktober, Indonesia sudah mengimpor kedelai 2,11 ton.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Senin lalu, berjanji menyelesaikan permasalahan bahan baku tempe dan tahu ini dengan mengupayakan produksi dalam negeri.
Permasalahannya adalah bukan karena tidak bisa peningkatan tetapi faktor ketersediaan dan luas tanah yang kurang menjadi salah satu penyebab.
Belum lagi konversi sawah & lahan pertanian dimungkinkan dalam Ciptaker dengan alasan Proyek Strategis Nasional. Ini kontradiktif dengan visi ketahanan pangan.
Ikuti diskusi selengkapnya dalam talkshow RANAH PUBLIK
“HARAPAN KETAHANAN PANGAN DI TENGAH SERBUAN IMPOR DAN KURANGNYA LAHAN”
Narasumber
Henry Saragih – Ketua Umum Serikat Petani Indonesia
Rusli Abdullah – Peneliti INDEF