Anakku Muara Bahagiaku
Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S (Redaktur Pelaksana NarasiPost.com)
Voice Over Talent : Arien S
NarasiPost.Com-Belasan tahun lalu, saat aku masih duduk di bangku kuliah, aku bercita-cita ingin memiliki anak banyak kelak ketika sudah menikah. Kecintaanku pada dunia anak-anak mendorongku bercita-cita demikian. Selain itu, aku juga teringat akan sabda Rasulullah Saw bahwa kelak di hari akhir beliau akan membanggakan jumlah umatnya yang banyak.
Maka setelah menikah pun tiap ditanya, “Mau punya anak berapa?”
“ Insya Allah. Mau 11 anak.” Begitulah jawabku.
Namun, ternyata cita-citaku harus kandas tatkala aku harus melahirkan anak pertamaku lewat operasi ceasar. Betapa tidak, seseorang yang melahirkan secara ceasar secara medis tidak boleh melahirkan lagi lebih dari 3 kali. Apalagi jika prosesnya ceasar semua.
Benar saja, anak ke dua dan ke empatku pun terpaksa harus dilahirkan lewat operasi ceasar, karena kasusnya sama dengan anak pertama: sudah lebih beberapa hari dari tanggal Hari Perkiraan Lahir (HPL), kontraksi tak kunjung datang, sedangkan air ketuban sudah berubah warna. Ya, akhirnya tiga kali aku melahirkan secara ceasar, dan satu kali normal saat melahirkan anak nomor dua.
Kehadiran anak-anak dalam hidupku adalah anugerah terindah yang tak dapat digantikan dengan apa pun. Mereka adalah guru kehidupanku. Dari merekalah aku belajar tentang kesabaran, pengorbanan, dan ketulusan. Betapa tidak, membersamai mereka menuntutku menjadi pribadi yang jauh lebih baik, karena kelak mereka akan merekam apa yang mereka lihat dan dengar dariku. Maka tentu saja, aku harus selalu belajar mengontrol diriku agar tidak menjadi pribadi negatif di hadapan mereka. Sebaliknya, aku belajar untuk menjadi teladan. Membersamai mereka juga menuntutku menjadi seseorang yang mampu meresapi makna sebuah pengorbanan. Tak masalah diri lelah, asal mereka terjaga.
Anak-anakku jugalah yang menjadikanku belajar banyak hal. Selain mensalehkan diri, karena kutahu bahwa mustahil menuntut anak saleh dan salehah, sementara diri berlumur dosa dan maksiat, aku pun berupaya belajar banyak hal. Belajar masak dengan menu yang variatif, agar bisa meracik makanan dengan tanganku sendiri demi memenuhi gizi mereka, sebab kuingin tubuh anak-anakku sehat dan kuat, terhindar dari zat-zat haram dan berbahaya.
Sungguh, anakku adalah muara bahagiaku. Mereka menjadi penyejuk mata tatkala aku dilanda lelah, mereka juga menjadi pelipur lara tatkala hati disergap gulana. Ah, sungguh tak mampu melukiskan dengan kata-kata betapa berharganya kehadiran seorang anak dalam sebuah pernikahan. Maka tak heran, banyak orang di luar sana yang mati-matian melakukan banyak hal demi memperoleh keturunan. Menjalani terapi ke sana ke mari, minum obat ini itu, makan makanan ini itu, hingga mengamalkan doa ini itu. Ya, sebab kehadiran buah hati merupakan dambaan setiap pasangan suami istri secara fitrahnya.
Naskah Selengkapnya : https://narasipost.com/2021/08/27/anakku-muara-bahagiaku/
Terimakasih buat kalian yang sudah mendengarkan podcast ini,
Follow us on :
instagram : http://instagram.com/narasipost
Facebook : https://www.facebook.com/narasi.post.9
Fanpage : Https://www.facebook.com/pg/narasipostmedia/posts/
Twitter : Http://twitter.com/narasipost