Apa itu iman?
Kita memahami keimanan seperti sebuah doktrin. Semata karena ketakutan kita sendiri akan konsekuensi dari sebuah ketidakimanan. Tapi benarkah iman sebuah doktrin? Mari kita renungkan bersama.
Apakah keimanan harus dipaksakan hadir? Kita seringkali tidak memahami tentang keimanan. Sehingga kita pikir keimanan harus dipaksakan. Bagaimana mungkin kita beriman jika tidak memaksakan diri beriman? Bukankah apa yang seharusnya kita imani seringkali merupakan hal-hal di luar logika kita?
Lalu bagaimana jika keimanan tidak pernah hadir? Bukankah konsekuensi dari ketidakimanan itu sangatlah mengerikan? Bagaimana jika apa yang disampaikan oleh para rasul itu sebuah kebenaran? Lalu apa yang harus kita lakukan jika keinginan untuk beriman tidak juga muncul sampai akhir hidup kita?
Memang hal itu cukup menakutkan tapi memaksakan keimanan tidak akan membuahkan apapun. Benarkah? Bukankah banyak di luar sana orang-orang yang seakan beragama dengan sempurna karena awalnya memaksakan diri untuk hijrah untuk beriman? Kita harus menyadari jika kita memaksakan keimanan maka iman kita hanya akan membuahkan suatu perilaku yang kita paksakan lakukan. Tentu sebuah perbuatan yang didasarkan keterpaksaan tidak akan bertahan lama dan tidak akan menghantarkan kita ke tahapan yang lebih tinggi.
Cobalah jujur dengan diri sendiri. Apakah keimanan yang kita miliki saat ini merupakan hasil memaksakan diri atau hasil dari sebuah proses pencarian keimanan? Cobalah jujur dengan diri sendiri apakah semua amalan yang kita lakukan semata sebuah perilaku yang kita paksakan lakukan?
Jika kita memutuskan untuk menjalani perjalanan meraih keimanan, mungkin perjalanan kita menemukan keimanan jadi lebih panjang daripada mereka yang memaksakan keimanan hadir dalam hati. Mereka yang ingin mendapatkan keimanan instan dan memilih memaksakan diri untuk beriman tentu tidak akan sama dengan mereka yang mencoba berproses dalam pencarian keimanan itu sendiri.
Lalu berapa lama kita harus menjalani proses pencarian keimanan? Sedangkan setelah memutuskan beriman kita masih harus belajar, mengkaji dan mengamalkan yang kita imani? Pastinya memang prosesnya jadi semakin panjang tapi bukankah yang terpenting adalah ketika kita menemukan iman, iman kita akan terus bertumbuh? Keimanan yang benar akan menghantarkan kita pada keimanan lain dan membuat diri kita terus bertumbuh menjadi orang yang lebih baik.
Kita harus memahami bahwa iman adalah menerima fakta sisi lain kehidupan. Iman membicarakan hal di luar hal yang kita ketahui. Ini yang menjadikan iman itu sulit karena kita harus pergi ke batas-batas keilmuan kita. Bagaimana mungkin kita bisa menyadari batas keilmuan kita jika kita seringkali merasa ilmu kita luas dan tak terbatas.
Agar mau mencarinya kita harus menyadari segala keterbatasan. Keterbatasan ilmu hanyalah salah satunya. Selain itu kita juga harus menyadari keterbatasan fisik diri kita. Tentu bukan hanya kita pribadi tapi juga keterbatasan manusia secara umum dan koloni manusia itu sendiri. Bahkan banyak manusia seringkali tak mampu mengatasi masalahnya sendiri.
Untuk menyadari keterbatasan diri kita harus hidup dengan kesadaran penuh. Karena seringkali kita malah mematikan diri dari kesadaran akan keterbatasan diri kita. Mengapa? Karena keterbatasan memang membuat manusia merasa lemah tak berdaya dan penuh kebingungan. Keadaan itu membuat manusia tidak bisa fokus meraih yang ingin diraihnya. Akhirnya ia membohongi diri tidak mau mengakui kekosongan jiwanya.