STORY AWAL PEKAN : Nurlaela Syarif, Anggota DPRD pemilik suara terbanyak dari daerah pemilihan Ternate Tengah sedang dipersoalkan Partainya sendiri.
Bukannya memperkuat, justru malah semakin dilemahkan. Bahkan, dia bakal ditendang keluar dari kursi DPRD yang dimulai dengan pergeseran dirinya dari pimpinan fraksi.
Nela, sapaan akrabnya, memang lincah, gesit dan kerap mengkritisi kebijakan yang tidak searah dengan rakyat.
"Bela rakyat, tapi dianggap sebagai penghambat" ya, itulah kira-kira. Sebab, jika suara kita terlalu kencang menyuarakan kemaslahatan rakyat, dan tidak sejalan selaras dengan apa yang diinginkan Pemerintah, maka bisa saja dianggap sebagai pembangkang. Benarkah?
Nela, sudah tak lagi bersuara kencang, monitoring media sepekan, tak ada kritikan lagi dari Nela, dia hanya mengomentari soal rehabilitasi anak-anak yang kedapatan isap lem, lalu membuat pernyataan mewarning pengelola hotel/penginapan/losmen yang mengijinkan anak-anak check in.
Soal ikhwal ini, Nela lebih banyak tertutup, tidak mau berbicara, tidak ada tanggapan darinya.
Doktor ilmu komunikasi ini, memang jadi representasi rakyat, terutama warga di kecamatan Ternate Tengah. Banyak harapan dan aspirasi dititipkan ke dia (Nela-red)
Saat mencalonkan diri sebagai anggota DPRD, Nela hanya bermodalkan "Ikang ngafi". Ada sosok penting dibalik keberhasilannya, yaitu sosok sang ibu.
Gaya kampanye dor to dor dengan politik ikang ngafi sukses mengantarkan dia ke gedung rakyat. komunikasi politik dibuat oleh ibunya sendiri, dengan kekuatan doa serta komunikasi secara human interesting.