Udah banyak orang yang tau kalau kebijakan pelarangan-penghukuman narkoba justru memperkaya sindikat kejahatan yang berbisnis komoditas ini, meningkatkan peluang jual-beli pasal serta suap alias kolusi, bahkan hingga pemerasan oleh aparat penegak hukum kepada tersangka pelanggar UU Narkotika. Karena siapa sih yang berani bisnis komoditas terlarang, yang ancaman hukumannya penjara 4-12 tahun dan denda Rp800 juta-Rp8 miliar bahkan hukuman mati, kalau bukan komplotan penjahat yang punya beking pejabat?
Banyak kan media massa yang pernah meliput keterlibatan aparat dalam bisnis narkoba, dari mulai proses penyidikan, persidangan, sampai pemasyarakatan. Masa sih di dalam sel penjara, bisnis narkoba masih bisa dilakukan terpidana?
Hukuman mati sendiri sudah diatur dalam UU RI No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika. Di UU Narkotika yang sekarang (No. 35 Tahun 2009), hukuman mati diterapkan dalam hal produksi, impor, ekspor, menyalurkan, bahkan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, dan jadi perantara dalam jual-beli, barter (menukar), menyerahkan, atau menerima narkotika golongan satu (antara lain sabu-sabu, ganja, sinte, opium, koka) berbentuk tanaman dengan berat lebih dari satu kilogram atau lebih dari lima batang pohon. Kalau bentuknya bukan tanaman, beratnya melebihi lima gram (Pasal 113 Ayat 2 dan Pasal 114 Ayat 2).
Karena sinte merupakan narkotika golongan satu yang ancaman hukumannya lebay tadi (mana ada sih orang yang nawarin sabu-sabu misalnya seberat enam gram untuk dijual yang punya uang Rp800 juta [denda minimal sebagai tambahan bukan pengganti penjara]?), maka yang berani berbisnis narkoba ini ya komplotan penjahat tadi. Lantas sekarang ini, bisnis bibit sinte marak. Ada sejumlah analisis untuk menjelaskan fenomena ini. Salah satunya, komplotan perdagangan sinte makin dekat dengan elite negeri ini, sehingga mereka makin mudah mendatangkan atau memproduksi bahan baku utama narkoba ini.
Tapi itu kan pendapat pakar. Bagaimana dengan pendapat seorang konsumen sinte cum mahasiswa semester akhir atas fenomena ini? Ketimbang para pakar yang belum tentu pernah beli sinte dan merasakan efek-efeknya, pendapat Kevin Mathovani (narasumber kita untuk topik sinte) mungkin bisa lebih mendekati kenyataan dalam menjelaskan fenomena kian maraknya penjualan bibit sinte di negara +62 saat ini. Apa pendapat dia soal motif pebisnis sinte menjual bibitnya ketimbang mengecer tembakau yang dijual dengan macam-macam jenama alias merek dagang ini? Yuk simak perbincangannya bersama Patri Handoyo dari Rumah Cemara!
#RumahCemara #IndonesiaTanpaStigma #SupportDontPunish #Sinte #YouTube #YouTubeChannel