Gembala Menyapa
11 November 2022
DIMANAPUN DAN KAPANPUN
Kisah Para Rasul 24:10-23
Dalam sebuah percakapan ringan, seorang anggota Majelis Jemaat di sebuah gereja menyampaikan guyonan, “Saya itu jadi Anggota Majelis waktu hari Minggu saja, lha kalau sekarang ya sama saja dengan yang lain, jadi warga biasa.” Celetukan tersebut bila kita dengar dalam suasana bercanda mungkin menjadi hal yang biasa, bahkan cenderung lucu. Namun jika kita perhatikan lebih dalam, sesungguhnya masih ada pejabat gerejawi yang memiliki pandangan bahwa jabatan yang dia emban adalah jabatan liturgis yang berlaku pada saat dia sedang berpelayanan dalam ibadah saja. Sedangkan ketika sudah di luar peribadatan dia menilai jabatan yang ia emban sudah tidak berlaku, sehingga seakan tanggung jawab moral untuk dapat berperan di tengah masyarakat umum pun tidak ada.
Apa yang tergambar di atas, seakan ditolak mentah-mentah melalui bacaan kita saat ini. Ketika itu Rasul Paulus sedang menghadapi persidangan di depan Feliks Sang Wali Negeri. Paulus dituduh oleh tua-tua Yahudi sebagai orang yang menimbulkan kekacauan bagi orang Yahudi (Ay. 5) dan melanggar kekudusan Bait Allah. Sungguh tuduhan tersebut bukanlah tuduhan yang sembarangan, karena jika Paulus terbukti, tidak menutup kemungkinan Paulus mendapatkan hukuman yang berat. Namun dalam pembelaannya, Paulus dengan tulus, berani menyatakan bahwa bagaimanapun keadaan dirinya, ia tetap berusaha hidup dengan hati nurani yang murni. Bukan saja di hadapan Allah melainkan juga di hadapan manusia (Ay. 16). Paulus seakan menjelaskan bahwa ketulusan dan kebaikkannya bukan hanya sebagai persembahan kepada Tuhan saja, melainkan juga kepada sesamanya manusia.
Diakui atau tidak, kita juga pernah melakukan hal yang sama seperti guyonan dari seorang Anggota Majelis Jemaat di atas. Kita mengutamakan untuk menjadi sempurna dan sungguh di hadapan Tuhan melalui ibadah-ibadah dan doa, akan tetapi lupa atas panggilan Tuhan untuk ambil bagian dalam dunia ini. Inilah saat bagi kita untuk ambil bagian mengabdi, melayani dan memberi yang terbaik bagi lingkungan dan masyarakat di sekitar kita. Marilah kita menjadi manusia yang “utuh”, hidup baik bagi Tuhan dan sesama, terlebih bagi alam semesta.