Begitulah rentetannya, sampai malam ke tujuh belas itu datang. Saat aku sedang menuju rumah Tuak, tengkukku dihantam sebatang kayu. Keseimbanganku jatuh. Aku tak bisa melihat dengan jelas sekelilingku. Pada pandanganku yang kabur, bercokol anjing-anjing hutan. Gonggongannya bersahut-sahutan. Aku membidikkan senapanku. Aku menembaknya. Tepat
di dada, tempat berlindung jantungnya. Lubang yang tertembus peluru menyemburkan darah
seperti pipa ledeng yang pecah.
Malam yang sunyi, purnama hampir matang. Suara letupan senapan mengundang laki-laki penghuni kampung ini untuk keluar rumah.
Beberapa laki-laki bergumam, “Badra.” (tamat). Penulis: Iman Suwongso. Narator: Titik Qomariyah dan A Elwiq Pr. Audio: Menel Pradana.