Listen

Description

Perbincangan soal tambang seolah tidak akan berakhir, bagaikan mata air yang dapat mewujudkan kebaikan (maslahat) di satu sisi atau keburukan (mafsadat) di sisi lain. Ketika tambang membawa kebaikan harus dikelola sejalan dengan Fatwa MUI No. 22 Tahun 2011 tentang Pertambangan Ramah Lingkungan yang memberikan amanat rekomendasi kepada semua pemangku kepentingan seperti pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha dan lain-lain.

Kita perlu memberikan apresiasi kepada pemerintah telah memberikan izin pemanfaatan lahan untuk pertambangan dengan ketentuan harus dibatasi, selektif, dan berkeadilan serta untuk kemaslahatan umat. Pemerintah melakukan affirmative action yakni kebijakan yang diambil agar kelompok tertentu setara dengan yang lain berdasarkan PP No. 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana di sebutkan dalam pasal 83 A.

Berdasarkan aturan tersebut timbul pertanyaan bagaimana tata kelola yang baik sehingga dapat menjaga kelestarian lingkungan? Oleh karena itu hukum positif ini sebagaimana dijelaskan di atas belum cukup, karena itu penting ijtihad baru yakni pertambangan secara syariah.

Para ahli hukum Islam menyadari hal ini, sehingga muncul adagium yang berbunyi “teks-teks hukum itu terbatas apa adanya, sementara kasus-kasus hukum tiada terbatas”. Di sinilah perlunya ijtihad pelestarian lingkungan antara lain yang tercetus melalui Fatwa MUI Tentang Tambang Ramah Lingkungan tersebut.