Listen

Description

“Tajuk Rasil”

Kamis, 16 Syawal 1445 H/ 25 April 2024

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle

Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ini diterima dalam “mix feeling” di masyarakat. Sebagiannya total kecewa, sebagian lainnya cukup puas karena ada 3/8 hakim yang “dissenting opinion”, sedangkan Prof. Din Syamsuddin, tokoh sentral dalam demo di depan MK belum ada opininya (saya sebut Prof. Din ini karena sejarah mencatat bahwa beliu tokoh utama dan pertama yang menjadi sekutu Prabowo di era Orde Baru, ketika keduanya membangun “Think Tank” Center For Development Studies untuk membendung pengaruh CSIS dan Benny Moerdani dalam kekuasaan Soeharto, kala itu).

Saya turut mengucapkan selamat kepada Prabowo Subianto. Kontestasi politik elektoral adalah milik parpol dan paslon. Baik parpol dan paslon sudah mengucapkan selamat kepada Prabowo. Jadi selayaknya semua pihak berpikiran yang sama. Di luar politik elektoral, posisi saya sudah saya sampaikan sebulan lalu pada pertemuan INDEMO (Indonesia Democracy Watch) pimpinan dr. Hariman Siregar. Hariman dan aktivis ingin mengetahui pikiran dan perasaan saya sebagai salah satu pentolan 01. Saat itu saya mengatakan bahwa kehadiran Prabowo sebagai Presiden RI adalah jalan terbaik mengakhiri kekuasaan Jokowi di Indonesia. Problem bangsa ini akan jauh lebih ringan di tangan Prabowo dibanding Jokowi. Beberapa aktivis kala itu belum terima statemen saya. Namun, mengakui kepemimpinan Prabowo bagi aktifis yang terbaik adalah menjadi oposisi. Bedanya, di era Prabowo aktifis menjadi “Oposisi Konstruktif”.

Apa itu oposisi konstruktif? Oposisi konstruktif adalah memandang Prabowo sebagai pemimpin bangsa yang mumpuni dan mempunyai agenda kemaslahatan bagi bangsa. Itu yang tidak dimiliki Jokowi. Prabowo memiliki ideologi dan agenda karena dia dilahirkan dari rahim pendiri Partai Sosialis Indonesia, Soemitro Djojohadikusumo. Sebagai kaum sosialis, sebagaimana dikisahkan Rocky Gerung ke saya dalam diskusi dia dengan Prabowo, suatu waktu di Hambalang dulu, Prabowo mengingatkan Rocky tentang cita-cita sosilitik untuk bangsa kita. Tidak boleh hanya segelintir orang saja yang kaya dan yang makmur.

Mengapa menjadi oposisi? Dengan menjadi oposisi, maka kaum aktifis dapat mengingatkan Prabowo tetang janji-janji ideologinya. Misalnya, pada saat saya mengundang Prabowo pidato di Sabang Merauke Circle tahun 2010 di depan audiens, Prabowo meyakinkan publik bahwa 81.000 garis pantai dan tanah-tanah luas tidak boleh dimiliki segelintir orang. Persoalannya, saat ini Prabowo dikepung kaum oligarki era Jokowi. Bagaimana Prabowo bisa menghasilkan kebijakan pro rakyat kalau kontrol kekuasaan ke depan diganggu kaum oligarki? Inilah tugas aktifis dalam konteks oposisi. Sehingga konsep “oposisi konstruktif” bukan mencela, tapi mengimbangi pengaruh kaum oligarki dalam kebijakan pro rakyat..............