Listen

Description

“Tajuk Rasil”

Senin, 12 Zulqaidah 1445 H/ 20 Mei 2024

Apakah RUU Penyiaran Hambat Pemberantasan Korupsi dan Ancam Demokrasi?

Menyoal Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang tengah disusun oleh DPR dipandang banyak kalangan benar-benar akan mengancam iklim demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia. Sejumlah pasal multitafsir dinilai sangat berpotensi digunakan oleh alat kekuasaan untuk membatasi kebebasan sipil dan partisipasi publik. Sebagai pilar keempat demokrasi, media punya peran strategis dan taktis dalam membangun demokrasi, khususnya yang melibatkan masyarakat sebagai fungsi Watchdog.

Revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang merupakan inisiatif DPR bertolak belakang dengan semangat demokrasi dan menjadi polemik di masyarakat. Hal ini tatkala draft naskah RUU per Maret 2024 yang sedang berproses di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, terkait Standar Isi Siaran (SIS) yang memuat batasan, larangan dan kewajiban bagi penyelenggara penyiaran serta kewenangan KPI, secara tersurat memuat ketentuan larangan liputan eksklusif investigasi jurnalistik. Rancangan tersebut tentu bermasalah dan patut ditolak karena bukan hanya mengancam kebebasan pers.

Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa menilai sejumlah materi dalam draf RUU Penyiaran menciderai kebebasan pers dan membahayakan demokrasi. Menurutnya, Pasal 50B ayat (2) huruf c pun bertentangan dengan Pasal 4 ayat (2) UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyebutkan, “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran”. Baginya, sepanjang karya jurnalistik memegang prinsip kode etik dan berdasarkan fakta serta data yang benar, dibuat secara profesional dan semata-mata untuk kepentingan publik maka tidak boleh ada yang melarang karya jurnalistik investigasi disiarkan oleh lembaga penyiaran televisi, radio, media digital.

Sementara itu, anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Penyiaran, Nurul Arifin mengatakan RUU Penyiaran masih dalam proses pembahasan antara DPR bersama pemerintah. Karenanya statusnya belum final. Meski demikian, Nurul mengakui sejumlah pasal dalam RUU Penyiaran menuai kritik dari sejumlah kalangan dan menimbulkan kontroversi. Menurut Nurul, tidak ada tendensi untuk membungkam pers dengan RUU Penyiaran ini. Komisi I DPR terus membuka diri terhadap masukan seluruh lapisan masyarakat terkait RUU Penyiaran karena RUU masih akan diharmonisasi di Badan Legislasi DPR.

Koalisi Masyarakat Sipil pun menyoroti RUU Penyiaran ini. Gerakan yang terdiri dari ICW, LBH PERS, Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Greenpeace Indonesia, AJI Indonesia dan Watchdoc menyuarakan bahwa terkait draft RUU Penyiaran ini kontroversial dan harus ditolak......