Listen

Description

Setiap presiden menuliskan kisahnya sendiri untuk memilih menteri. Ada yang melibatkan badan intelijen sampai KPK, melakukan audisi terbuka atau tertutup. Prabowo Subianto yang akan dilantik menjadi presiden pada 20 Oktober 2024 punya cara sendiri untuk memilih menteri. Caranya, menurut Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, Prabowo memeriksa latar belakang, uji kelayakan dan kepatutan, hingga wawancara tatap muka.

Pelibatan pimpinan parpol dalam menentukan menteri sebuah keniscayaan. Satu syarat mutlak dimintakan Prabowo kepada pimpinan partai. “Saya sudah sampaikan kepada semua partai yang mau bergabung dalam koalisi saya. Terang-terangan saya katakan semua ketua umum, jangan menugasi menteri-menteri yang Saudara tunjuk, di pemerintah yang saya pimpin, jangan Saudara tugasi untuk cari uang dari APBN, APBD,” katanya beberapa hari yang lalu.

Penegasan Prabowo itu memperlihatkan komitmennya yang kuat untuk menciptakan kabinet yang bebas dari korupsi. Poin ke-7 visi Prabowo ialah memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi, narkoba, judi, dan penyelundupan. Waktu itu juga presiden Joko Widodo mempunyai komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, saat menjabat periode pertama pada 2014, Jokowi melibatkan KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menyeleksi menteri.

KPK memberikan masukan latar belakang menteri dan menandai menteri-menteri yang rekam jejaknya meragukan. Ketika itu dinamika seleksi calon menteri diwarnai dengan pemberian spidol merah dan kuning dari KPK kepada beberapa nama kandidat menteri yang diduga terlibat kasus hukum. Namun, meski sudah melibatkan KPK dan PPATK, pada periode pertama Jokowi masih terdapat menteri yang dihukum karena korupsi. Karena itu, KPK tidak dilibatkan lagi dalam seleksi menteri pada periode kedua Jokowi.

Seleksi menteri sepenuhnya menjadi hak prerogatif presiden. Peraturan perundang-undangan hanya menyebut enam syarat menteri, antara lain, sehat jasmani dan rohani serta memiliki integritas dan kepribadian yang baik. Suka-suka presiden menentukan kriteria tambahan untuk penentuan calon menteri dan setiap presiden punya pertimbangan masing-masing. Presiden Soeharto, seperti pernah dituturkan Cosmas Batubara, sangat memperhatikan perimbangan pulau-pulau besar, sehingga menteri yang menjabat punya latar belakang etnisitas Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, dan seterusnya.