“Tajuk Rasil”
Kamis, 5 Sya’ban 1445 H/ 15 Februari 2024
Hitung Cepat Tempo Doeloe
Disadur dari Harian Republika edisi 8 April 2014. Oleh: Alwi Shahab (wartawan Republika sepanjang zaman. Beliau wafat pada 2020)
Dua hari menjelang pemilu, masa tenang diberlakukan melarang parpol-parpol mengerahkan massa rakyat dan hentikan kampanye. Larangan ini berlaku setelah selama 21 hari mereka diberi kesempatan berkampanye untuk meraih massa sebanyak-banyaknya.
Selama tiga minggu kampanye, janji-janji tidak terhitung banyaknya bagi kesejahteraan pemilihnya. Sementara, puluhan lembaga survei yang rencananya akan melansir hitung cepat (quick count) terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Semula oleh Mahkamah Konstitusi (MK) mereka dilarang untuk memublikasikannya di masa tenang. Tapi, kemudian MK membatalkan pembatasan waktu, termasuk dua jam setelah pemungutan suara.
Sejak era multimedia menyambangi Indonesia, hitung cepat seperti jadi keharusan dalam penyelenggaraan pemilihan umum, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Tak lama selepas pemilihan digelar sudah bisa diketahui bagaimana hasil pemilihan. Data yang dikumpulkan juga tak jauh berbeda dengan yang diumumkan KPU.
Ternyata soal hitung cepat tersebut bukannya tanpa preseden dalam arena pemilihan umum di Indonesia. Ia sudah hadir sejak mula-mula pemilu digelar di Indonesia.
Pada pemilu pertama tahun 1955, sebenarnya belum ada lembaga yang menangani hitung cepat. Kendati demikian, pada pemilu yang diikuti puluhan parpol itu, masyarakat tak kalah cepat mendapatkan hasil-hasil perhitungan suara dibandingkan zaman sekarang.
Padahal, saat pemilu tersebut digelar sekira 59 tahun yang lalu, sarana transportasi dan komunikasi di Indoensia terbilang masih sangat payah. Belum ada internet dan fasilitas pengiriman informasi yang lekas. Bahkan, televisi pun belum nongol di sebagian besar rumah-rumah masyarakat.
Perhitungan suara pun sepenuhnya mengandalkan cara manual. Tak seperti sekarang yang banyak didukung oleh alat komunikasi yang serbacanggih. Masyarakat yang belum bisa membaca dan menulis saat itu juga mencapai 80 persen..............