Listen

Description

“Tajuk Rasil”

Selasa, 16 Zulhijjah 1444 H/ 4 Juli 2023

Islamofobia = Kebebasan Berekspresi?

Kolom Republika, oleh: Oleh Ikhwanul Kiram Mashuri

Ayah saya almarhum pernah marah lantaran adik saya memakai handuk bertuliskan namanya dengan huruf Arab. Katanya bisa kualat. Ia lantas meminta handuk itu untuk digunakan sebagai sajadah. Ayah saya — dan mungkin juga masyarakat pada umumnya — tampaknya menganggap tulisan Arab identik dengan Alquran dan, karena itu, ‘harus dihormati’. Bukan hanya tulisan Arab, masyarakat banyak yang menamai anaknya dari potongan ayat Alquran.

Dengan pemahaman seperti itu bisa dimaklumi apabila umat Islam marah besar ketika tahu Alquran dibakar oleh orang atau kelompok orang. Bagi umat Islam, Alquran adalah Kitab Suci. Ia merupakan pegangan hidup. Menyentuhnya pun harus dalam keadaan suci. Sabda Rasulullah Muhammad ﷺ, “Aku telah tinggalkan pada kalian dua perkara, yang (kalian) tidak akan tersesat selama (kalian) berpegang teguh pada keduanya, yaitu Alquran dan Sunahku."

Pembakaran Alquran terbaru dilakukan Salwan Momika di depan sebuah masjid di Stockholm, ibu kota Swedia. Pria ini, 37 tahun, asli Irak yang pindah ke Swedia. Ia lalu jadi warga negara asal mobil Volvo itu. Dan, seperti sengaja meledek umat Islam, pembakaran itu dilakukan pada Rabu (28 Juni 2023), bersamaan dengan hari pertama umat Islam di banyak negara merayakan Idul Adha. Perbuatan Momika yang agitatif itu langsung menyulut kemarahan umat Islam di berbagai negara. Sehari setelah peristiwa, berbagai kecaman pun muncul.

Di Irak, demonstran menyerbu Kedubes Swedia di Baghdad, memprotes Stockholm yang mengizinkan warga Swedia asal Irak membakar Alquran. Gerak cepat pun diambil Kemenlu Irak. Mereka meminta pihak berwenang Swedia menyerahkan orang Irak yang membakar Alquran. Sikap penolakan juga disampaikan Amerika Serikat dan Rusia. Gedung Putih mengutuk pembakaran Kitab Suci umat Islam itu. Posisi lebih tegas ditunjukkan oleh Moskow. Kemenlu Rusia menolak toleransi otoritas Swedia terhadap ‘tindakan provokatif Islamofobia’ dan pembakaran Alquran dengan kedok ‘kebebasan berekspresi dan demokrasi’.

Kecaman terhadap pembakaran Alquran juga datang dari Aliansi Peradaban PBB, Sekretariat Jenderal Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Liga Arab, Dewan Kerja Sama Teluk, Parlemen Arab, Al-Azhar Mesir, Persatuan Internasional untuk Ulama Muslim, Majelis Ulama Indonesia, dan Dewan Tertinggi Islam Syiah di Lebanon. Pun dari hampir semua negara Arab dan negara Islam. Pada intinya, mereka tidak bisa menerima tindakan penuh kebencian dan berulang itu, dengan pembenaran apa pun. Tindakan membakar Alquran jelas menghasut kebencian, permusuhan, dan rasisme.

Kendati dikecam berbagai pihak, Salwan Momika tampak tak peduli. Laki-laki yang mengaku sebagai ateis sekuler itu kepada media Swedia Expressen edisi Kamis lalu mengatakan, “Dalam 10 hari, saya akan membakar bendera Irak dan Alquran di depan Kedubes Irak di Stockholm.” Ia mengaku menyadari sepenuhnya dampak dari apa yang ia telah lakukan, dan telah menerima ‘ribuan ancaman pembunuhan’. Aksi pembakaran Alquran oleh Salwan Momika bukan yang pertama di Swedia — juga di Eropa — serta mungkin bukan yang terakhir.