Tajuk Rasil”
Kamis, 27 Rajab 1445 H/ 8 Februari 2024
Isra' Mi'raj dan Astronomi Moderen
Disadur dari Harian Republika edisi 21 Januari 1993. Oleh: Nurcholish Madjid (1938-2005)
Peringatan peristiwa perjalanan Nabi Muhammad ﷺ dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjid al- Aqsa di Bait al-Maqdis telah menjadi bagian yang mapan dari budaya nasional bangsa Indonesia. Peristiwa Isra' Mi'raj itu sendiri harus kita terima kebenarannya berdasarkan iman kepada Allah Yang Maha Kuasa. Sikap penuh iman kepada Allah dan kepada Nabi-Nya ini diteladankan oleh sikap Sahabat Abu Bakar (yang kelak menjadi Khalifah I), sehingga beliau digelari al-Shiddiq (artinya, "yang membenarkan dengan tulus").
Keteladanan Sahabat Abu Bakar ini merupakan jawaban spontan yang diberikan kepada seorang kafir Makkah yang membawa berita bahwa Muhammad mengaku telah melakukan perjalanan ke Bait al-Maqdis, terus Sidrat al-Muntaha di atas langit yang ketujuh. Pembawa berita itu memandang pengakuan Muhammad adalah fantastis, tidak benar, dan menjadi bukti kepalsuan kenabiannya. Makai ia berharap bahwa Abu Bakar, sahabat karib Nabi Muhammad ﷺ dan pendukung setianya, akan kecewa dan mendustakannya. Ternyata Abu Bakar malah menjawab: "Seandainya Muhammad mengatakan lebih daripada itu pun, saya akan tetap percaya!"
Sikap Sahabat Abu Bakar itu mencerminkan iman seorang yang paham akan Kemaha-Kuasaan Allah. Sebagai Yang Maha Kuasa, Allah SWT dapat mewujudkan apa saja yang dikehendaki-Nya, tanpa manusia harus dapat memahami yang mutlak. Walaupun begitu, untuk menerima kemutlakan Allah, dan agar sampai kepada kesimpulan mantap bahwa Allah SWT tidak mungkin terjangkau oleh manusia, kita diperintahkan untuk berpikir, merenung, dan mencoba memahami alam sekitar kita serta mengungkap rahasia-rahasianya.
Berkaitan dengan peristiwa Isra' Mi'raj itu, kita akan dapat mempunyai sedikit gambaran tentang Kemaha-Kuasaan Allah jika kita coba memahami keterangan dalam Alquran bahwa Allah telah menciptakan langit yang tujuh lapis (antara lain dalam surat al-Mulk ayat 3). Alquran sendiri sesungguhnya tidak memberi keterangan yang rinci tentang tujuh lapis langit itu. Tetapi ada keterangan tidak langsung tentang langit yang pertama, atau ''langit dunia''. Yaitu bahwa langit yang pertama ini dihiasi oleh Allah dengan bintang-bintang (surah al-Shaffat ayat 6). Berarti dapat disimpulkan bahwa seluruh bintang, sebagai hiasan langit yang pertama, tanpa kecuali berada dalam lingkungan langit dunia, yaitu langit kita ini. Dan itu berarti meliputi seluruh benda langit sejak dari yang paling dekat ke bumi seperti rembulan sampai ke bintang yang paling jauh. Rembulan sudah banyak diketahui manusia.