“Tajuk Rasil”
Selasa, 2 Rabiul Akhir 1445 H/ 17 Oktober 2023
*Jaringan Yahudi di Indonesia*
_Artikel Republika 6 Agustus 2006, oleh: Alwi Shahab (wartawan Republika sepanjang zaman, Wafat pada 2020)_
Dengan judul "Sahabat Akrab", foto Reuters yang dimuat sejumlah harian di Ibu Kota pekan lalu memperlihatkan Menlu Amerika Serikat Condoleeza Rice berjabatan tangan dengan Perdana Menteri Israel Ehud Omert di Yerusalem. Keduanya tertawa-tawa, seolah-olah puas karena pasukan Israel berhasil melakukan pembunuhan massal terhadap rakyat Lebanon dan Palestina --kebanyakan di antaranya wanita dan anak-anak--.
Israel yang mendapat dukungan Amerika Serikat juga mempergunakan senjata pemusnah massal yang dinyatakan terlarang oleh konvensi Jenewa. Sementara, pakar hukum dari sebuah universitas ternama di Amerika Serikat tidak menyebutkan serangan Israel itu sebagai kejahatan perang. Itulah sikap negara imperialis yang mengklaim kampiun hak asasi manusia. HAM memang milik mereka, bukan milik kita. Sementara PBB tidak berdaya melihat kekejaman di luar perikemanusiaan itu. Dulu Bung Karno pernah menyatakan bahwa PBB nyata-nyata menguntungkan Israel dan merugikan negara-negara Arab. Pernyataan itu dikemukakan saat Indonesia keluar dari organisasi dunia tersebut.
Konon, warga Yahudi sudah sejak kolonial Belanda banyak berdiam di Indonesia, khususnya di Jakarta. Pada abad ke-19 dan 20 serta menjelang Belanda hengkang dari Indonesia, ada sejumlah Yahudi yang membuka toko-toko di Noordwijk (kini Jl Juanda) dan Rijswijk (Jl Veteran) -- dua kawasan elite di Batavia kala itu--. Mereka hanya sejumlah kecil dari pengusaha Yahudi yang pernah meraih sukses. Mereka adalah pedagang-pedagang tangguh yang menjual berlian, emas dan intan, perak, jam tangan, kacamata dan berbagai komoditas lainnya.
Sejumlah manula yang diwawancarai menyatakan, pada tahun 1930-an dan 1940-an jumlah warga Yahudi di Jakarta banyak. Jumlahnya bisa mencapai ratusan orang. Karena mereka pandai berbahasa Arab, mereka sering dikira keturunan Arab. Sedangkan Abdullah Alatas mengatakan, keturunan Yahudi di Indonesia kala itu banyak yang datang dari negara Arab. Maklum kala itu negara Israel belum terbentuk. Seperti keluarga Musri dan Meyer yang datang dari Irak.