Listen

Description

Dalam beberapa hari terakhir ini Indonesia, khususnya media sosial di segala platform dihebohkan oleh sebuah peristiwa yang melibatkan seorang figur publik yang lumayan masyhur. Terlebih lagi posisi publiknya ada di dua sisi; agama dan pemerintahan. Dia dikenal sebagai Gus yang sejajar dengan Kyai, Ustadz, Syeikh, dan yang semakna. Tapi yang tidak kalah pentingnya dia dekat dengan orang nomor wahid bangsa Indonesia, Presiden Prawbowo. Dia dipilih menjadi Utusan khusus Presiden untuk kerukunan beragama dan pembinaan sarana agama. Posisi pemerintahan dengan deskripsi yang tidak jelas dan tidak penting. Tapi bagaimanapun itu adalah posisi yang seharusnya terhormat sebagai “Special Envoy” (Utusan Khusus) Presiden RI.

Di sebuah Kajian Islam yang harusnya tidak saja menyampaikan ilmu-ilmu Islam dengan kata-kata, tapi memperlihatkan kemuliaan agama dengan prilaku dan karakter. Ternyata di kajian itu terjadi hal yang sangat buruk dan memalukan. Sang Utusan Khusus Presiden itu memaki dan mengolok seorang pedagang es botol. Merendahkan orang yang di matanya rendah secara sosial, seorang pedagang es botol yang miskin dan lemah. Ucapan (walau diakui kemudian sebagai candaan) yang “menggoblokkan” orang lemah dan miskin itu kontan menjadi pembicaraan yang sangat ramai dan kecaman yang sangat luas, khususnya di sosial media.

Bahkan konon Sekertaris Kabinet ikut mengingatkan atau menegur orang itu agar lebih berhati-hati menyampaikan pernyataan di publik. Dan nampaknya karena teguran itu yang bersangkutan menemui sang rakyat kecil tadi dan meminta maaf. Bagi saya permintaan maaf ini bagus dan perlu diapresiasi. Namun hendaknya bukan sekedar minta maaf. Yang bersangkutan harusnya tahu bahwa menyakiti orang lemah dengan kata-kata kasar bahkan candaan sekalipun, apalagi di depan khalayak adalah dosa yang cukup signifikan. Tebusannya adalah taubat.

Lebih hebat lagi peristiwa itu juga menjadi perbincangan di luar negeri. Datu’ Dr. Anwar Ibrahim, Perdana Menteri Malaysia, ikut mengomentari peristiwa itu. Saya khawatir saja jangan-jangan Utusan Khusus ini memang mempopulerkan Indonesia di luar negeri seperti yang diharapkan Presiden. Tapi sayang saja kalau pengenalan Indonesia di luar negeri itu dengan cara dan karakter pejabatnya yang memalukan itu.

Namun pada sisi lain ada hal yang menggembirakan dan membanggakan. Ada respon spontan positif dari masyarakat luas Indonesia. Serentak ekspresi simpati kepada orang lemah dan miskin itu mengalir dalam berbagai bentuk. Ada yang sekedar bersimpati melalui media sosial. Ada yang berhasil menelpon dan kontak langsung. Bahkan ada juga yang langsung menawarkan bantuan finansial yang cukup besar. Ada pula yang menanggung biaya sekolah anaknya. Dan ada yang ingin memberangkatkan yang bersangkutan untuk umrah beberapa waktu ke depan.

Ini menjadi bukti langsung bahwa di dunia ini selalu ada dua hal yang kontras. Ada perilaku buruk dan jahat, tapi di balik itu juga ada prilaku baik dan akhlak yang mulia. Masyarakat Indonesia secara spontan membuktikan itu. Ada yang berkarakter buruk dan jahat walaupun berlabel agama dan berada di lingkaran kekuasaan. Tapi banyak juga yang berkarakter baik dan berakhlak karimah walau mungkin mereka bukan siapa-siapa dalam masyarakat.