Listen

Description

“Tajuk Rasil”
Kamis, 16 Muharram 1445 H/ 3 Agustus 2023

*Mengapa Arab Lekas Cocok dengan Cina?*
_Resonansi Republika, Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri_

Sejak Cina berhasil mendamaikan dua seteru, Iran dan Saudi, Maret lalu, peristiwa itu terus menjadi topik bahasan hangat di media Arab hingga kini. Banyak pihak tidak percaya, Saudi yang Wahabi dan Iran yang Syiah bisa berekonsiliasi setelah tujuh tahun berseteru. Apalagi yang mendamaikan adalah Cina yang komunis. Ketiga negara itu banyak kontradiksi, seperti minyak dan air, yang susah disatukan. Lalu banyak kalangan yang mempertanyakan, mengapa yang mendamaikan Cina dan bukan Amerika Serikat.

Toh negara Paman Sam ini telah lama menjadi sheriff dunia, termasuk di kawasan Timur Tengah. Rezim Presiden Irak Saddam Husein digebuk hingga jatuh. Begitu juga dengan Mullah Mohammad Omar yang berkuasa di Afghanistan sejak 1996, dan terguling dari kekuasaannya pada 2001 ketika diinvasi militer Amerika. Paman Sam pula yang menembak mati pemimpin teroris Alqaidah, Usamah bin Ladin, dan memburu dengan serangan udara jenderal Iran yang sangat berpengaruh, Qasem Soleimani. Sebaliknya, kepada Gedung Putih pula Israel ‘minta petunjuk’ ketika militer negara Zionis itu menyerang kelompok-kelompok Palestina. Pun Amerika yang menfasilitasi perdamaian antara Israel dan Mesir, serta normalisasi hubungan sejumlah negara Arab dengan Negara Yahudi itu.

Atau mengapa bukan Inggris dan Prancis yang mendamaikan Iran dengan Saudi? Ini mengingat sejarah panjang keberadaan dua negara itu ketika menjajah sejumlah negara Arab dan Afrika. Juga mengapa bukan Rabitah al-'Alam al-Islami (Muslim World League), Gerakan Non-Blok, atau bahkan PBB, di mana Saudi dan Iran sama-sama menjadi anggota di ketiga organisasi internasional itu.

Mengutip sejumlah pengamat Timur Tengah, keberhasilan Cina mendamaikan Saudi dan Iran lebih berlatarbelakang ekonomi, perdagangan, dan investasi. Hal itu bisa dilakukan lantaran Cina mempunyai hubungan baik dengan Iran dan Saudi. Sedangkan mengenai ideologi ketiga negara yang sangat kontradiktif, cukup untuk urusan dalam negeri masing-masing. Cina, Saudi, dan Iran tidak lagi ‘mengekspor’ ideologi mereka ke negara lain. Dengan kata lain, mereka sepakat untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing atau juga negara lain. Lakum diinukum waliya ad diin, untukmu agamamu dan untukku agamaku. Hal ini tentu bertolak belakang dengan Barat dan Amerika Serikat yang selalu ‘memaksakan’ nilai-niai demokrasi, kebebasan, ham kepada negara lain. Nilai-nilai dengan standar mereka sendiri.