“Tajuk Rasil”
Senin, 4 Shafar 1445 H/ 21 Agustus 2022
Mengingkari Ibu Pertiwi
Oleh: Ichsanuddin Noorsy
Bangsa Indonesia merugi jika elite politik melaksanakan Sidang MPR-RI untuk mengamandemen UUD 2002 dalam rangka menetapkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) setelah Pilpres Februari 2024. Penyebab utamanya adalah, pilpres yang berlangsung sejak 2004 hingga 2019 telah melahirkan bangsa terbelah.
Hal ini dialami Amerika Serikat sejak lama, dan makin terasa sejak Donald Trump terpilih sebagai Presiden ke 45. Februari 2017 Obama menyatakan kesediaannya menjadi jembatan berbagai elemen bangsa yang terbelah. Sebelum 2016, dengan sistem ekonomi politik berbasis individualis liberal dan pasar bebas, Amerika Serikat mengidap ketimpangan pendapatan (rasio Gini) dan ketimpangan rasialis pada level seperti kanker stadium empat, urai JE Stiglitz penerima nobel ekonomi merespon didudukinya Wall Street kota New York pada 17 September 2011 hingga 15 Nopember 2011. Hingga saat ini “penyakit” itu tak tersembuhkan.
Kritik sistem politik berbasis demokrasi liberal sebenarnya juga disampaikan Noam Chomsky dan Edward W Said. Mereka melihat, demokrasi liberal merupakan cara Amerika Serikat untuk melakukan penetrasi terhadap suatu negara. Kajian mereka diakui secara tidak langsung oleh Presiden Amerika Serikat ke 44 Barack Obama dalam pidato bertajuk A New Beginning di Kairo pada 4 Juni 2009 bahwa demokrasi liberal yang dipaksakan Amerika Serikat ke sepenjuru dunia -- seperti tertuang dalam dokumen National Security Strategy of USA 17 September 2002-- tidak kompatibel dengan nilai-nilai dan sistem negara bangsa lain.