Listen

Description

Kepemimpinan sejati bukan hanya tentang visi besar atau keputusan strategis, tetapi juga tentang konsistensi dalam menerapkan nilai-nilai moral dan etika serta keadilan. Belakangan ini, Prabowo Subianto dihadapkan pada tiga peristiwa yang menuntut sikap moral yang tegas dan konsistensi penegakkan hukum dan keadilan terhadap pelanggaran HAM masa lalu. Terhadap pengunduran diri Gus Miftah sebagai utusan khusus presiden dan kontroversi akun media sosial Fufufafa yang menghina dirinya secara pribadi serta konsistensinya dalam penegakan keadilan pada pelanggaran hukum berat, juga pembunuhan warga sipil di KM 50 oleh aparat.

Tiga kasus ini menguji kemampuan Prabowo untuk menunjukkan bahwa standar moral, etika dan keadilan hukum berlaku sama bagi siapa pun, tanpa pandang bulu. Gus Miftah, setelah insiden yang dianggap menyinggung pedagang kaki lima, mengambil langkah berani dengan mengundurkan diri dari jabatan publik. Ia mengakui kesalahannya dan menerima konsekuensi atas tindakannya. Tindakan ini diapresiasi oleh Prabowo, mencerminkan tanggung jawab moral yang layak dijadikan teladan. Dengan sikap ini, Prabowo menunjukkan bahwa ia mendukung pemimpin yang memiliki integritas dan keberanian untuk bertanggung jawab.

Namun, respons Prabowo terhadap kasus akun Fufufafa menimbulkan pertanyaan serius. Akun tersebut secara terang-terangan menghina dan merendahkan keluarganya. Alih-alih mengambil sikap tegas, Prabowo tampak memilih jalan memaafkan dan membiarkan kasus ini berlalu tanpa tindakan. Hal yang sama terhadap kasus pelanggaran HAM berat, pembunuhan warga sipil di KM 50, Prabowo seolah diam belum menunjukkan responnya sebagai presiden yang bertugas menuntaskan kasus tersebut. Sikap ini mengundang kritik: mengapa Prabowo begitu tegas terhadap kasus Gus Miftah tetapi permisif terhadap penghinaan yang melibatkan dirinya langsung, serta diam terhadap upaya tuntutan penegakan keadilan pada kasus KM 50 ?