“Tajuk Rasil”
Jumat, 22 Zulqodah 1445 H/ 31 Mei 2024
Nabi Yahya, Pemuda yang Dirindu Sejarah
Oleh: Edgar Hamas
Al-Quran selalu ajaib. Lebih ajaib lagi, ketika dalam ayat-ayatnya kita menemukan rumus hidup yang menggairahkan, menginspirasi, menjadi ilham dalam menjalani ruang dan waktu. Salah satu keajaibannya adalah; Al-Quran banyak menceritakan kisah-kisah pemuda. Baginda nabi Ibrahim, ketika beliau menghancurkan berhala-berhala, beliau sedang remaja. Nabiyullah Daud, memenangkan perang melawan Goliath, ketika beliau sedang remaja. Nabi Ismail, ketika beliau ridho dan sabar rela menerima perintah penyembelihan dirinya, beliau sedang remaja. Ashabul Kahfi yang melegenda, bersembunyi di goa dan Allah istirahatkan mereka selama 309 tahun menjaga keyakinan mereka, di masa muda.
Menukilkan apa yang disampaikan oleh Hasan Al-Banna dalam sebuah tulisannya, “Dalam roda sejarah ini, Allah SWT mengilhamkan pada kita satu hal yang begitu penting. Dari kalam-Nya Allah jelaskan ribuan ayat cerita yang sebagian besarnya menjadikan pemuda sebagai aktor inti sejarah. Oleh karena itu, sejak dulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan, pemuda merupakan rahasia kekuatannya. Dalam setiap fikrah, pemuda adalah pengibar panji-panjinya.” Termasuk Nabi Yahya bin Zakaria. Seorang yang membenarkan kalimat yang datang dari Allah, menjadi teladan, menahan diri dari hawa nafsu dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh.
Nabi Yahya lahir dari penantian panjang dan doa-doa yang tidak pernah terputus. Beliau adalah regenerasi lelaki sholeh penjaga Masjid Al-Aqsha, nabi Zakaria alaihissalam. Nabi Yahya bukan sekadar sseseorang yang lahir dari proses yang biasa. Kelahirannya dihiasi dengan sejarah yang melegenda; tentang Nabi Zakaria yang tak berhenti berharap, tentang kuasa Allah membuat Istri Nabi Zakaria yang telah sepuh ternyata bisa kembali mengandung, dan tentang keberkahan Baitul Maqdis. Mengapa membahas nabi Yahya menjadi sesuatu yang istimewa? Sebab beliau menjadi gambaran remaja yang dianugerahi Allah ilmu dan kebijaksanaan. Ketika remaja lain masih sibuk bermain-main, Allah memberi Yahya muda sebuah resep hidup khusus, yang kelak akan melahirkan kepribadian melampaui zamannya, melampaui usianya.
Alquran menggambarkan nilai hidup Nabi Yahya dengan bahasa yang memikat, “Kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan, pada hari ia meninggal, dan pada hari ia dibangkitkan kembali” terabadikan dalam ayat 15 Surah Maryam. Perhatikan, Allah memberkahi Nabi Yahya dalam 3 keadaan yang didambakan kebaikannya oleh semua manusia; Satu, awal hidupnya disayangi. Dua, ketika ia wafat pun dicintai. Dan tiga, bahkan ketika ia bangkit di hari penghakiman nanti, rahmat turun menghiasi. Apa sebab keistimewaan Nabi Yahya itu? Ayat-ayat ini menjawabnya dengan cerdas.
“Dan kami berikan padanya hikmah selagi dia masih kanak-kanak” (QS. Maryam, ayat 12)
Ketika kita menengok sejarah orang-orang besar, mereka menjalani sebuah percepatan cara berfikir yang melebihi kawan-kawan seusianya. Soekarno, ketika usianya 18 tahun, telah berkeliling Jawa menemani HOS Tjokroaminoto dalam rapat-rapat dan diskusi menentukan konsep sebuah Negara. Badiuzzaman Said Nursi, ia digelari ‘keajaiban zaman’ sebab di usianya yang belia -di usianya 15 tahun- ia telah menjadi rujukan Ulama di zamannya, memenangkan debat, dan menguasai banyak cabang keilmuan. Menjadi bijaksana pada saat remaja adalah salah satu tanda kebesaran jiwa, berhasilnya pendidikan orangtuanya, dan buah dari penjelajahan dirinya atas keadaan masyarakatnya.