Listen

Description

Di awal Oktober 1917, di sebuah rumah sederhana di Jawa, Muhammad Hussein Baraja duduk di meja kerjanya, memandangi tumpukan kertas yang siap diterbitkan. Cahaya matahari senja menerangi ruangan dengan lembut, menandai awal dari sebuah babak baru dalam sejarah pers Arab di Indonesia. Inilah saat ketika Al-Iqbal, surat kabar pertama kaum Hadrami, terbit dan memulai perjalanan panjangnya.

‘Al-Iqbal’ tidak hanya menjadi surat kabar pertama bagi komunitas Arab di Jawa, tetapi juga menjadi simbol perjuangan mereka untuk menyuarakan pemikiran dan aspirasi. Majalah ini dipimpin oleh Muhammad Hussein Baraja yang menyajikan berita-berita tentang politik, sosial, dan budaya, mencerminkan kehidupan masyarakat Arab di tanah rantau. Tidak lama setelah itu, pada 11 Juni 1920, di Surabaya, Hassan bin Ali Al-Tsiqoh meluncurkan Al-Irsyad. Surat kabar mingguan ini diterbitkan oleh Al-Irsyad Al-Islamiyyah dan menjadi corong suara kaum reformis. Dengan tajam dan penuh visi, Hassan bin Ali Al-Tsiqoh menjadikan Al-Irsyad sebagai platform untuk menyuarakan perubahan dan kemajuan, menjadikannya bacaan wajib bagi mereka yang ingin mengetahui perkembangan terbaru.

Di Pekalongan, kota yang terkenal dengan batiknya, Oemar Suleiman Naji menerbitkan Al-Shifa pada tahun 1920. Majalah bulanan ini menawarkan artikel-artikel mendalam tentang kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan, termasuk politik perjuangan di tanah air, menambah warna dalam dunia pers Arab di Indonesia. Di Batavia, Muhammad al-Hashemi al-Tunisi memulai petualangannya dengan menerbitkan Borobudur pada 9 November 1920. Awalnya, Borobudur memiliki hubungan erat dengan kaum Al-Irsyad, namun seiring waktu, pandangan mereka mulai berbeda, menambah dinamika dalam perjalanan pers Arab.