Listen

Description

Memahami konstelasi pilgub DKJ setelah tidak lagi menjadi ibu kota, nampaknya masih menarik. Hal ini dikarenakan Jakarta akan tetap menjadi centrum perbincangan tentang Indonesia. Berkaitan dengan itu, semakin dekatnya masa jabatan Jokowi dan pelantikan Prabowo – Gibran sebagai presiden dan wakil presdiden, menjadi perlu melihat seberapa butuh Prabowo terhadap Anies dibanding kepada Jokowi.

Sebagai presiden terpilih meski meninggalkan persoalan – persoalan akibat dugaan kecurangan dan keterlibatan aparat untuk pemenangan, Prabowo tetap akan dilantik pada bulan Oktober 2024, dan hal itu juga akan berarti bahwa masa jabatan Jokowi sebagai presiden akan segera berakhir. Akankah Prabowo akan tetap dalam kendali Jokowi? Sebagai presiden dan pengendali pemerintahan, tentu Prabowo tidak berharap masa pemerintahannya akan mengalami gejolak dan gangguan dari mereka yang merasa didzolimi dalam pemilu Februari lalu. Prabowo tentu berharap semua kekuatan politik bisa menjadi kawan dan oposisi yang konstruktif dalam mengawal pemerintahannya. Namun sayangnya faktor Jokowi akan menjadi penghambat.

Jokowi dalam menjalankan pemerintahannya, telah dianggap gagal menjalankan demokrasi dan reformasi, bahkan Jokowi dengan nyata membangun politik dinasti dan menodai demokrasi secara terang terangan ikut campur dalam pilpres dengan memenangkan Prabowo dan Gibran yang merupakan anaknya. Benarkah Jokowi dalam pilpres membantu Prabowo karena faktor Prabowo? Publik tentu bisa mahfum untuk menjawabnya. Keberpihakan Jokowi kepada oligarki dan asing juga kasat mata, sehingga banyak menimbulkan konflik agrarian dengan masyarakat. Kasus pengusiran warga secara paksa ditanah adat di Batam menjadi contoh nyata.

Hal yang sama ketika Jokowi menunjuk Heru Budi sebagai PJ Gubernur Jakarta yang memerintah selama dua tahun, adalah sebuah ketidakwajaran. Apalagi selama memimpin Jakarta, Heru tidak membuat Jakarta semakin maju dan baik, segala jejak baik yang dibangun semasa Anies, semua dihilangkan dan ini yang membuat rakyat Jakarta marah. Kemarahan rakyat Jakarta diwujudkan dengan menghukum partai politik yang selama ini dianggap menjadi penyokong Jokowi. PPP dan PDIP sangat mengalami dampaknya. Bayangkan PPP yang pernah menjadi pemenang di Jakarta kini tak meyisakan lagi kursi di parlemen, PDIP yang memnguasai 25 kursi kini tinggal 15, kehilangan 10 kursi, dan yang lebih menyakitkan lagi terhadap PDIP, Jokowi terang – terangan menantang PDIP akankah bisa mengalahkan dirinya dalam pilpres dan pileg?