Listen

Description

Bagi sebagaian orang, sepakbola adalah hiburan utama yang tidak tergantikan dengan hiburan lain. Tapi bagi sebagian orang juga, sepakbola telah dituduh sebagai biang perusak ibadah. Maklum, umumnya pertandingan sepakbola diputar tengah malam, di mana seseorang seharusnya menyendiri dan menangis di hadapan Allah Subhanahu Wata’ala dengan tahajudnya. Sementara, para penggemar bola, tertawa dan berteriak-teriak (kalau perlu menjelang Subuh) hingga diperkirakan banyak di antara mereka yang tak sempat shalat Subuh.

Terlepas dari fenomena polemik itu, sesungguhnya antara sepakbola dan dakwah ada kemiripan. Diantaranya, pergulatan emosi. Dalam pertandingan sepakbola, begitu syarat dengan pergulatan emosi, skill dan strategi. Ketiga hal itu berperan sangat penting bagi sebuah tim dalam melakoni pertarungan di lapangan hijau.

Emosi para pemain –termasuk pelatih dan ofisial– mengalami pasang surut saat pertandingan berlangsung. Seorang Kapten akan marah habis-habisan kala wasit tidak memberikan hadiah penalti bagi timnya saat pemain lawan tampak jelas kedapatan melanggar atau handsball di kotak terlarang. Namun, begitu rekannya berhasil membobol gawang musuh, Kapten tadi berganti senang dengan luapan kegembiraan yang tak terkira. Apalagi jika gol tersebut adalah momen penentu kemenangan. Apa jadinya jika saat sedang marah sebelumnya, sang kapten lantas memukul wasit dan terkena kartu merah? Mungkin, timnya bukan meraih kemenangan, tapi justru terpuruk kalah. Emosi, dalam sepakbola benar-benar harus terkontrol.

Begitupula dalam sepak terjang di dunia dakwah. Seorang da’i haruslah pandai-pandai mengendalikan emosinya saat mengemban amanah sebagai juru dakwah (sebagai murabbi) di tengah masyarakatnya. Suatu saat ia akan dihadapkan pada situasi yang menguras emosi melelahkan. Orang beriman harus pandai mengendalikan kemarahan agar tidak meluap. Rasulullah ﷺ menyebut orang yang berhasil mengendalikan kemarahan adalah orang yang perkasa. Dalam sebuah hadis sahih yang berbunyi: “Abu Hurairah RA berkata, Nabi Muhammad ﷺ bersabda, ‘Seseorang disebut sebagai kuat perkasa bukan karena duel. Orang yang kuat perkasa ialah orang yang mampu mengendalikan diri ketika marah,’”

Skill dan keterampilan. Dalam sepakbola, peran skill (keterampilan) juga teramat penting. Skill individu pemain sangat membantu sebuah tim untuk menciptakan gol. Seringkali kebuntuan serangan tim sepakbola dapat terpecahkan oleh aksi individu pemain. Seorang da’i, wajib terampil dalam membawakan ceramah. Itu tak bisa dipungkiri lagi. Sudah rahasia umum bahwa ada sekelompok orang yang menjalankan misi dakwah Islam dengan sikap yang kurang bersahabat. Sedikit-sedikit mengkafirkan orang lain yang berbeda gaya. Hasilnya, jangankan diterima, justru sebagian masyarakat lari dari ajakan dakwah yang isi pesan dakwah sebenarnya sangat baik dan bermanfaat.

Dalam perjuangan memenangkan kompetisi peradaban agama (Islam, red), umat Islam juga dituntut untuk menerapkan strategi yang mumpuni. Musuh-musuh Islam saat ini sudah jauh memiliki taktik yang hebat dalam mengemban misi mereka. Para da’i, sudah sepatutnya memainkan strategi baru dalam berdakwah. Selihai-lihainya seorang ustadz berceramah, tentu tak cukup jika dia tidak terorganisasi dalam sebuah jama’ah. Kata Sahabat Ali radhiallahu’anhu, “Kejahatan yang terorganiasasi akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisasi.”