Ada kabar gembira di tengah berbagai masalah di tahapan Pemilu. Mahkamah Agung akhirnya mengabulkan gugatan uji materi terhadap aturan KPU tentang pencalegan perempuan.
Kini, cara penghitungan 30 persen bakal caleg perempuan di tiap dapil, kembali ke skema lama. MA menilai aturan pembulatan ke bawah jika angka desimalnya kurang dari 50, bertentangan dengan undang-undang.
Dengan putusan ini, maka aturan yang berlaku adalah pembulatan ke atas.
Uji materi tersebut diajukan oleh sejumlah pihak, di antaranya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Hadar Nafis Gumay, Titi Anggraini, dan Wahidah Suaib.
Perkara ini menyita perhatian publik, karena dianggap mengancam pemenuhan hak politik perempuan. Jika mengikuti aturan pembulatan ke bawah, jumlah caleg perempuan bisa berkurang dari ketentuan 30 persen.
KPU dan DPR yang mendukung aturan itu dinilai tidak berpihak pada perempuan.
Padahal, ekosistem dan regulasi yang memihak perempuan masih sangat dibutuhkan.
Saat ini, caleg perempuan yang berhasil menjadi anggota DPR baru 20 persen. Di pemilu-pemilu sebelumnya, jumlahnya bahkan lebih kecil.
Lantas seperti apa dampak putusan MA terhadap keterwakilan perempuan dalam Pemilu 2024? Selain regulasi, kendala apa yang menghambat perempuan terjun ke politik? Soal hal ini kita akan bincangkan bersama dengan Pengamat Pemilu, Titi Anggraini. Simak juga pernyataan dari juru bicara Mahkamah Agung Sobandi, Komisioner KPU Idham Holik, dan anggota DPR dari Fraksi Gerindra Himmatul Aliyah soal hal ini.
*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id