Belakangan pengakuan korban-korban dugaan kekerasan seksual viral dan marak dibicarakan. Salah satunya di SPI yang merupakan sekolah gratis yang diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga miskin di tanah air. JEP yang merupakan seorang pebisnis, motivator, sekaligus pendiri sekolah itu ditetapkan menjadi terdakwa dan baru ditahan 11 Juli 2022 kemarin setelah viral kasusnya.
Gak habis di situ, ada lagi kasus yang bikin heboh karena terduga pelakunya adalah anak KIAI di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur. Yang bersangkutan sempat ditetapkan sebagai DPO dan berhasil ditangkap setelah melalui sejumlah halangan.
Semua kasus itu dapat terungkap tak lepas dari keberanian korban. Nah keberanian korban kekerasan seksual dalam mengungkap kasus juga gak habis di kasus-kasus yang melibatkan figur publik. Di Balai Kota DKI, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengapresiasi keberanian korban merekam video pelecehan seksual yang terjadi di angkutan kota (angkot). Hasilnya, kasus ini direspons Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta dengan rencana memisahkan tempat duduk pria dan perempuan di angkot pekan ini.
Lantas, Apa saja yg masih jadi tantangan para korban kekerasan seksual untuk speak up atas kasusnya apalagi jika berhadapan dengan figur publik? Bagaimana menciptakan lingkungan yang lebih supportif dan kondusif bagi korban
untuk speak up? KIta akan bincangkan hal ini lebih kanjut bersama dengan aktivis dan Gender & Human Rights Consultant di Indonesia, Tunggal Pawestri. Simak juga pernyataan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad soal hal ini.