Belakangan kasus antraks menghebohkan negeri +62. Belum lama ini 3 warga Gunungkidul meninggal terkena antraks setelah menyembelih hewan sakit. Tepatnya pada 18 Mei lalu, warga mulai menyembelih dan membagi-bagikan daging sapi yang sakit untuk dikonsumsi.
Bahkan mirisnya, ada hewan ternak yang sudah mati dan dikubur, malah digali untuk dikonsumsi dagingnya. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi mengatakan, melalui pengetesan di tempat penyembelihan sapi, ditemukan fakta hewan tersebut terinfeksi bakteri Bacillus Anthracis.
FYI, antraks adalah penyakit menular pada hewan ternak yang diakibatkan bakteri Bacillus Anthracis. Bakteri ini bersifat akut dan menyebabkan kematian. Melansir laman Kemenkes, bakteri ini dapat membentuk spora yang bisa hidup di tanah hingga puluhan tahun.
Penularan pada hewan bisa melalui luka kulit, termakan bersama pakan, terhirup pernapasan hinga masuk ke tubuh hewan. Sedangkan manusia, bisa melalui kontak kulit dengan hewan atau produk olahannya. Serta memakan daging hewan yang terjangkit.
Saat menemukan kasus ini, masyarakat diminta langsung melaporkan kasus ini ke dinas kesehatan atau peternakan. Juga tidak mengkonsumsi daging hewan sakit dan menjaga kebersihan dengan mencuci tangan menggunakan sabun.
Lantas, Masih banyakkah kesalah pahaman atau yang perlu diketahui masyarat terkait antraks? Apakah daging hewan yang kasus antraksnya benar-benar tidak boleh dimakan? Soal hal ini kita akan cari tahu bersama dengan Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman. Simak juga pernyataan dari Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan) Direktorat Jenderal Peternakan, Nuryani Zainuddin dan Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra.
*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id