Belakangan media sosial diramaikan dengan perdebatan dan diskusi soal bekas narapidana kasus korupsi yang bisa nyaleg di 2024. Pro dan kontra pun mewarnai media sosial Twitter, di mana beberapa warganet mendengungkan wacana boikot bekas narapidana kasus korupsi ataupun partai yang mengusung calon anggota legislatif (caleg) mantan koruptor di 2024.Lantas, seperti apa sebetulnya aturan yang membuka jalan eks koruptor untuk bisa mencalonkan dirinya pada pemilihan umum 2024?
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) tahun 2018, bekas narapidana kasus korupsi atau napi koruptor diizinkan mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg). Jadi eks koruptor nyaleg itu legal ya. Sebelumnya, memang Komisi Pemilihan Umum sempat mengeluarkan Peraturan KPU No 20 tahun 2018, di mana terdapat pasal yang melarang bekas narapidana kasus korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Namun kemudian aturan itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dianggap bertentangan dengan Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang tidak melarang eks napi kasus korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Berdasarkan UU Pemilu, setiap orang mempunyai riwayat kasus pidana atau pernah menjadi terpidana dibolehkan mendaftar sebagai caleg, namun wajib mengumumkannya ke publik. Selain aturan yang tidak selaras, MA mengatakan pelarangan eks koruptor nyaleg juga bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM), khususnya hak politik warga negara Indonesia untuk memilih dan dipilih.
Tapi meski legal secara hukum, warganet kemudian membandingkannya dengan masyarakat yang mesti memenuhi syarat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) ketika hendak melamar sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Katanya nih, masa seorang CPNS diharuskan menyertakan SKCK, tapi calon anggota legislatif yang bakal jadi wakil rakyat malah memiliki rekam jejak kasus korupsi. Nah, gimana menurut kalian?
**Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id