Mahkamah Agung memutuskan untuk membatalkan dua ketentuan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang eks koruptor mencalonkan diri dalam pemilu legislatif 2024. Kedua ketentuan itu memungkinkan bekas terpidana korupsi nyaleg, meski belum melewati masa jeda lima tahun.
Sebelumnya, lembaga anti korupsi Indonesia Corruption Watch bersama Perludem beserta dua eks pimpinan KPK Abraham Samad dan Saut Situmorang menjadi penggugat dua Peraturan KPU tersebut ke MA.
Data ICW menunjukkan ada 15 bekas koruptor yang nyaleg di DPR maupun DPD.
Juru bicara MA, Suharto menuturkan tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Karenanya, KPU mestinya menyusun aturan yang lebih berat untuk menyaring calon wakil rakyat. Dua ketentuan dalam PKPU dinilai mempermudah eks koruptor maju sebagai caleg maupun anggota DPD, sehingga bertentangan dengan putusan MK dan UU Pemilu.
Sementara itu, Komisioner KPU Idham Holik dalam keterangan tertulis yang diterima KBR, memastikan bakal mempelajari putusan MA tersebut dengan melibatkan ahli.
Di sisi lain, Idham mempersoalkan prosedur gugatan uji materi ke MA yang dinilainya tidak sesuai dengan norma Undang-Undang Pemilu. Kata dia, uji materi telah melewati masa pengujian PKPU yang ditetapkan paling lambat 30 hari kerja sejak kedua aturan itu diundangkan, yakni 18 April 2023. Selain itu, Idham mengeklaim, penyusunan PKPU telah merujuk pertimbangan putusan MK.
Lantas, Bagaimana respon ICW (Indonesia Corruption Watch) sebagai salah satu penggugat aturan ini? Lalu apa implikasi putusan MA ini? Soal hal ini kita akan bincangkan bareng Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Simak juga pernyataan dari Eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang soal hal ini.
*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id