Look for any podcast host, guest or anyone

Listen

Description

Langka dan mahal tampaknya sudah menjadi predikat yang disematkan masyarakat kepada minyak goreng sekarang ini. Meski menjadi kebutuhan pokok, namun produk minyak goreng dengan harga yang sesuai ketentuan pemerintah menjadi barang buruan yang sulit didapat.


Kalaupun ada di beberapa tempat, harga minyak goreng dijual hingga 20 ribu rupiah per liter. Padahal, pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar 14 ribu rupiah per liter. Bayangkan selisih peningkatan harganya!


Belakangan, masyarakat jugalah yang dituding sebagai penyebab dari kesulitan para konsumen minyak mendapatkan kebutuhannya. Aksi borong atau panic buying masyarakat disebut-sebut sebagai pemicu minimnya stok yang beredar di pasaran. Akan tetapi, Anggota Komisi bidang Perdagangan DPR Andre Rosiade menilai, pernyataan tersebut tidak masuk akal. Menurutnya jika melihat fakta di lapangan, masyarakat justru kesulitan mencari keberadaan minyak tersebut. Dalam sebuah diskusi dari Selasa (8/3) lalu, ia mempertanyakan bagaimana caranya masyarakat mendapat akses untuk menimbun kalau barangnya saja gaib dan raib.


Lantas, Panic buying masih relevankah ditengarai sebagai penyebab kelangkaan? HET tidak bisa diimplementasikan krn barang yang beredar adalah yang dijual di luar HET. Ini mengapa? Apa karena tidak ada penindakan hukum terhadap penjual diatas HET? Kita akan cari tahu lebih lanjut soal hal ini bersama dengan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad. Simak juga pernyataan dari Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, Kepala DPKUKM Kabupaten Cilacap, Umar Said, dan Kepala Dinas Perdagangan Kota Balikpapan Arzaedi Rachman soal hal ini.


*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id