Look for any podcast host, guest or anyone

Listen

Description

Awal tahun 2024, dibuka pengesahan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. UU yang diteken Presiden Joko Widodo itu menambahkan 7 pasal baru yang mengatur soal tanda tangan elektronik, segel elektronik, penanda waktu elektronik, layanan pengiriman elektronik tercatat, autentifikasi situs web, preservasi tanda tangan elektronik dan/atau segel elektronik, identitas digital dan layanan lainnya.


Tak habis di situ, revisi UU ITE juga mencantumkan, kewajiban Penyelenggara Sistem Elektornik (PSE) untuk memberikan perlindungan bagi anak. Juga sanksi-sanksi administratif bagi PSE yang melanggar ketentuan. Harapannya sih mampu menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan.


Tapi revisi ini gak lepas dari berbagai kritikan. Misalnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Advokasi UU ITE (Koalisi Serius) yang menganggap undang-undang tersebut berpotensi disalahgunakan buat membungkam kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Hingga proses revisi yang dianggap tertutup dan minim partisipasi masyarakat sipil.


Lantas, apa plus minus dari revisi UU ITE yang kedua ini? Kita akan bincangkan hal ini bareng Direktur Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Nenden Sekar Arum. Simak juga pernyataan dari Wakil Ketua Komisi bidang Keuangan dan Kesejahteraan Masyarakat, Habiburokhman, Anggota Komisi Kominfo DPR, Sukamta, Ketua Asosiasi Digital Trust Indonesia (ADTI), Marshall Pribadi dan juru bicara Kominfo, Mochamad Taufik Hidayat soal hal ini.


*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id